Dalam dunia jual beli, terdapat praktik yang dikenal dengan istilah munabadzah. Munabadzah merupakan istilah dari era jahiliyah yang menggambarkan suatu transaksi di mana pembeli dan penjual saling melemparkan objek barang yang hendak dibeli. Contohnya adalah ketika seseorang melemparkan batu ke arah kambing yang ingin dibelinya, kemudian menyatakan bahwa kambing yang terkena lemparan tersebut menjadi miliknya dengan harga tertentu.
Pada dasarnya, hukum jual beli munabadzah dalam perspektif fiqih Islam adalah haram. Larangan ini ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits yang melarang praktik jual beli munabadzah. Para ulama sepakat bahwa hukum ini haram karena adanya potensi ketidakpuasan antara kedua belah pihak akibat tidak melihat langsung barang yang dibeli.
Salah satu alasan keharaman jual beli munabadzah adalah karena sifatnya yang spekulatif dan mengandung unsur maisir (judi). Transaksi ini dilakukan tanpa adanya opsi bagi pihak pembeli untuk membatalkan atau melanjutkan akad setelah melihat barang yang ditawarkan. Dengan demikian, terdapat unsur untung-untungan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dalam bertransaksi.
Dalam konteks ketidaktahuan akan kondisi barang yang ditransaksikan, penting bagi para ulama untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai illat keharaman jual beli munabadzah. Ketiadaan proses khiyar (opsi pembatalan) dan sifat untung-untungan yang melekat pada transaksi ini menjadikan praktik munabadzah sebagai sesuatu yang tidak dianjurkan dalam Islam.
Dengan demikian, pemahaman mengenai hukum jual beli munabadzah menunjukkan bahwa larangan ini bukan semata-mata karena melemparkan objek barang atau tidak melihat barang secara langsung, tetapi lebih pada aspek spekulatif dan ketidakpastian yang terkandung di dalamnya. Keberadaan praktik seperti ini dalam dunia bisnis dapat merugikan kedua belah pihak dan bertentangan dengan nilai-nilai syariah yang menekankan keadilan dan kehati-hatian dalam bertransaksi.