Kematian adalah keniscayaan bagi setiap manusia. Saat seseorang meninggal, tanggung jawab bagi orang-orang yang masih hidup adalah memenuhi hak mayit. Kewajiban ini termasuk dalam kategori fardlu kifayah atau kewajiban kolektif, di mana jika satu individu telah melaksanakannya, maka kewajiban bagi yang lain menjadi terpenuhi.
Bagi umat Muslim yang meninggal dunia bukan karena syahid atau ketika sedang berihram, ada empat tugas yang harus dilakukan oleh orang yang masih hidup, yaitu memandikan, mengafani, menshalati, dan menguburkan jenazah tersebut.
Berbeda halnya dengan orang non-Muslim. Menshalati jenazah orang non-Muslim sebenarnya tidak diperbolehkan karena shalat itu sendiri adalah doa (meskipun saat orang tersebut masih hidup, mendoakan mereka diperbolehkan). Namun, memandikan jenazah orang non-Muslim tetap diperbolehkan. Bahkan, mengafani dan menguburkan jenazah orang non-Muslim dzimmi diwajibkan.
Lalu, bagaimana dengan mengiringi jenazah Muslim sampai ke tempat pemakaman?
Secara prinsip, mengiringi jenazah tidak diwajibkan karena yang terpenting adalah sudah ada yang menshalati dan memakamkannya tanpa pengiring. Namun, Nabi Muhammad memberikan kabar gembira bahwa siapapun yang mau mengiringi jenazah baik sampai ke tempat penyelenggaraan shalat maupun sampai ke pemakaman akan mendapatkan dua qirath. Satu qirath setara dengan gunung Uhud. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan bahwa pahala dua qirath tersebut didapatkan apabila seseorang mengiringi jenazah dengan bersamaan, bukan pergi sendiri-sendiri.
Selain itu, Ibnu Hajar juga menekankan pentingnya niat. Hadits tersebut menegaskan bahwa mengiringi jenazah harus didasari oleh iman dan mencari ridha Allah, bukan semata-mata untuk mendapatkan hadiah atau pujian dari manusia.
Dengan demikian, mengikuti jenazah bukan hanya sekadar tugas, tetapi juga merupakan amalan yang penuh pahala bagi umat Muslim.