- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Panduan Penyucian Najis dalam Fiqih Islam

Google Search Widget

Penyucian najis dari pakaian dan benda-benda sehari-hari merupakan kewajiban bagi umat Islam. Kitab-kitab fiqih mengatur cara menyucikan najis berdasarkan jenisnya, yakni ainiyyah dan hukmiyyah.

Najis ainiyyah terlihat zat najisnya seperti kotoran binatang, manusia, darah, dan sebagainya. Sedangkan najis hukmiyyah zatnya tidak terlihat tetapi lokasinya diketahui. Penyucian najis hukmiyyah dilakukan dengan membilas benda yang hendak disucikan.

Untuk najis ainiyyah, pembersihan dilakukan untuk menghilangkan warna, bau, dan rasa najisnya. Jika diperlukan, penggunaan sabun dan benda lain seperti kain menjadi wajib sesuai ketentuan fiqih.

Pada najis menengah (mutawasitah), seperti darah, bangkai, muntah, kotoran binatang, dan manusia, penyucian dilakukan sesuai dengan fiqih Mazhab Syafi’i. Sedangkan najis berat (mughallazhah), seperti najis babi atau anjing, harus dibersihkan dengan air tujuh kali, salah satunya dengan tanah.

Penyucian najis hukmiyyah hanya memerlukan pembilasan sekali dengan air untuk najis mutawasitah atau tujuh kali dengan air, salah satunya dengan tanah, untuk najis mughallazhah di tempatnya tanpa perlu membuang zat najisnya terlebih dahulu. Fiqa Mazhab Syafi’i memaafkan najis yang tidak terlihat mata seperti debu jalan atau partikel lain yang mengandung najis.

Dalam shalat atau khutbah, syaratnya adalah bersuci dari hadats kecil dan besar, suci pada pakaian, serta suci pada tempat shalat. Fiqih memaafkan debu jalan, debu dinding, atau partikel lain yang mengandung najis baik mutawasitah maupun mughallazhah yang melekat pada anggota badan, pakaian, atau tempat shalat.

Dengan demikian, shalat atau khutbah tetap sah meskipun ada debu jalan atau partikel najis yang tidak terlihat mata. Semoga bermanfaat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?