Dalam dunia pemikiran keagamaan, konsep “dharurat” dan “keadilan bersama” menempati posisi sentral dalam menentukan kebijakan dan tindakan yang diambil. Kajian mikro dan makro teks mengungkapkan perbedaan pendekatan antara micro text yang lebih menguraikan sedikit dan macro text yang lebih menukil banyak.
Konsep dasar yang menjadi landasan adalah prinsip bahwa segala sesuatu yang dibolehkan karena alasan darurat harus ditentukan kadar atau batasannya. Ad-dharurat, sebagai faktor yang diukur, menjadi kunci utama dalam menentukan kebijakan. Perbedaan pendekatan antara kualitatif dan kuantitatif dalam menilai situasi darurat membawa dampak pada keputusan yang diambil.
Pentingnya verifikasi data (al-bayyinah) dalam menentukan kebenaran dan keadilan bersama tidak dapat diabaikan. Langkah-langkah seperti pembuktian dan penyingkapan data menjadi esensi dalam mencapai tujuan keadilan bersama. Dalam konteks fiqih, penanganan kerugian (dharar) harus diimbangi dengan pertanggungan risiko atau ganti rugi (dhaman).
Kaidah dasar seperti “tidak merugikan, juga tidak dirugikan” menjadi pedoman dalam menegakkan keadilan bersama. Dalam konteks jual beli kredit, pencatatan transaksi menjadi kunci untuk mencegah kerugian pihak-pihak yang terlibat. Kesaksian dan barang bukti memainkan peran penting dalam proses verifikasi data.
Konsep riba dan jual beli kredit menggambarkan pentingnya mengukur kadar tambahan atau ziyadah dalam transaksi. Perbedaan pandangan ulama antara hukum taklifi dan hukum wadh’i menimbulkan perdebatan terkait halal haramnya suatu praktik. Konsep darurat menjadi pemutus antara haram dan boleh (ibahah) dalam konteks tertentu.
Dengan demikian, pemahaman mendalam tentang konsep “dharurat” dan “keadilan bersama” dalam konteks fiqih dan hukum wadh’i menjadi krusial dalam mengambil keputusan yang adil dan bijaksana. Langkah-langkah verifikasi data dan penilaian yang cermat menjadi kunci untuk mencapai tujuan keadilan bersama dalam berbagai aspek kehidupan.