Beberapa hari terakhir, dunia dikejutkan oleh kemunculan wabah virus corona yang menyerang dataran China. Sejauh ini dilaporkan 41 orang tewas akibat virus yang memicu gangguan pernafasan ini. Channel News Asia dan Associated Press menyebutkan, jumlah kasus virus corona yang sedang ditangani di berbagai wilayah China kini mencapai hampir 1.300 kasus.
Virus ini diketahui berasal dari Provinsi Hubei, tepatnya kota Wuhan. Karenanya, muncul asumsi yang mengaitkan antara fenomena kemunculan virus corona dengan kebiasaan masyarakat Wuhan yang gemar mengkonsumsi hewan liar, seperti kelelawar.
Pandangan para ulama terkait hukum memakan kelelawar menjadi sorotan dalam konteks ini. Para ulama dari berbagai mazhab memiliki pendapat yang beragam. Mayoritas ulama mazhab Syafi’i, Hanbali, dan sebagian Hanafi mengharamkan memakan kelelawar. Ulama mazhab Maliki menyatakan makruh, sementara sebagian ulama Hanafi membolehkannya.
Pendapat yang mengharamkan kelelawar nampaknya lebih kuat, karena kelelawar dianggap tidak wajar dimakan dan dianggap menjijikkan. Selain itu, Allah SWT menegaskan keharaman sesuatu yang buruk dalam Al-Quran.
Kelelawar juga merupakan binatang yang haram dibunuh, sehingga haram pula untuk dimakan. Namun, dalam keadaan darurat seperti pengobatan penyakit, beberapa ulama memperbolehkannya dengan syarat tidak ada pengobatan lain yang bisa digunakan.
Dalam konteks wabah virus corona yang dipicu oleh kebiasaan masyarakat mengonsumsi hewan liar, termasuk kelelawar, pandangan ulama tentang hukum memakan kelelawar menjadi relevan untuk dipertimbangkan dalam upaya pencegahan penyebaran penyakit yang dapat berdampak besar pada kesehatan masyarakat.