Penyandang disabilitas seringkali menggunakan kursi roda atau tongkat untuk aktivitas sehari-hari. Namun, ada permasalahan terkait persepsi masyarakat terhadap kebersihan roda kursi roda dan bagian bawah tongkat yang seringkali dianggap sebagai najis ketika menyentuh permukaan tanah, aspal, atau jalanan.
Sebenarnya, dalam pandangan hukum Islam, roda kursi roda dan bagian bawah tongkat tidak dihukumi najis kecuali jika terdapat barang najis yang secara nyata melekat padanya seperti kotoran hewan, darah, atau muntahan. Bahkan jika terjadi kontaminasi dengan barang najis, hal ini dapat dimaafkan apabila berasal dari tempat umum yang sulit untuk dihindari najisnya, seperti jalan raya, dengan catatan jumlahnya sedikit dan tidak disengaja.
Para ulama menjelaskan bahwa keberadaan tanah jalan raya yang diyakini najis dapat dimaafkan karena sulit untuk dihindari, terutama saat berada di tempat-tempat umum. Namun, jika barang najis tersebut secara jelas melekat pada roda kursi roda atau tongkat, maka hal tersebut dianggap najis dan harus dibersihkan.
Dalam konteks kebersihan bagi penyandang disabilitas, penting untuk memahami bahwa aturan kebersihan Islam memberikan keringanan dalam situasi-situasi tertentu yang sulit dihindari. Hal ini bertujuan untuk memudahkan ibadah serta aktivitas sehari-hari bagi mereka yang membutuhkan. Dengan pemahaman yang tepat, diharapkan stigma negatif terhadap kebersihan roda kursi roda dan tongkat penyandang disabilitas dapat diminimalisir.
Artikel ini merupakan kutipan dari buku “Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas” yang diterbitkan oleh Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), serta Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) Unibraw. Untuk informasi lebih lanjut, buku ini dapat diunduh dalam format PDF melalui kanal Download NU Online.