Dalam tradisi kebanyakan umat Islam di Indonesia, mengadzani telinga bayi dengan adzan dan iqamat merupakan suatu praktik yang dilakukan untuk memberikan pengaruh positif pada bayi yang baru lahir. Tujuannya adalah agar bayi pertama kali mendengar kalimat tauhid dan terhindar dari godaan setan.
Namun, tidak semua umat Islam mengamalkan tradisi ini karena alasan ketiadaan hadits shahih yang secara tegas memperintahkan untuk melakukan adzan pada telinga bayi. Hal ini menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait hukum mengadzani telinga bayi.
Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali sepakat bahwa mengadzani bayi hukumnya sunnah. Mereka merujuk pada beberapa hadits yang mendukung praktik ini. Sebaliknya, sebagian ulama Maliki menyatakan bahwa mengadzani bayi setelah dilahirkan boleh dilakukan, sementara yang lain menganggapnya sebagai perbuatan yang makruh.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat, didukung oleh hadits riwayat Abu Rafi’, praktik mengadzani telinga bayi yang baru dilahirkan dengan adzan nampaknya memiliki dasar yang kuat. Hadits tersebut juga diperkuat oleh riwayat Husein bin Ali yang menyebutkan manfaat dari tradisi ini dalam melindungi bayi dari gangguan jin.
Dengan demikian, masing-masing pendapat ulama tersebut memberikan perspektif yang berbeda terkait hukum mengadzani telinga bayi. Penting bagi setiap individu untuk memahami konteks dan dalil yang digunakan dalam menentukan apakah tradisi ini akan diamalkan atau tidak. Semoga informasi ini dapat memberikan pemahaman yang lebih luas terkait tradisi mengadzani telinga bayi dalam Islam.