Dalam praktik penggalangan dana di masjid, seringkali terdapat kotak amal untuk mengumpulkan sumbangan dari jamaah. Namun, pengalokasian dana infak masjid untuk biaya pendidikan menuai perdebatan dalam pandangan fiqih.
Hukum mengalokasikan dana infak masjid untuk pendidikan sebagian menganggapnya haram karena dianggap tidak sesuai dengan tujuan awal sumbangan. Para penyumbang umumnya bermaksud agar sumbangan mereka digunakan untuk kemaslahatan masjid, seperti perbaikan fisik bangunan atau kebutuhan operasional masjid.
Dalam pandangan fiqih, alokasi dana infak masjid seharusnya diarahkan kepada ‘imarah (kebutuhan fisik masjid) atau mashalih (kemaslahatan masjid). Penentuan alokasi ini harus disesuaikan dengan tujuan pemberi sumbangan. Jika pemberi sumbangan menentukan untuk kebutuhan fisik masjid, maka alokasi harus sesuai dengan itu.
Namun, jika penentuan alokasi sumbangan hanya sebatas “pemanis bibir” tanpa arah yang jelas, penerima sumbangan bebas menggunakan uang tersebut. Hal ini berbeda dengan hibah muqayyadah atau sedekah muqayyadah yang harus dialokasikan sesuai dengan petunjuk pemberi.
Sebagai solusi, takmir masjid dapat memisahkan kotak amal untuk masjid dan kebutuhan sosial masyarakat. Dengan pemisahan kotak amal, dapat memudahkan pengelolaan dana sesuai dengan peruntukannya dan menjaga transparansi penggunaan sumbangan.
Pengalokasian dana infak masjid untuk pendidikan tetap menjadi perdebatan dalam perspektif fiqih, namun pemisahan kotak amal dapat menjadi langkah praktis untuk mengelola sumbangan sesuai dengan kebutuhan yang berbeda.