- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Etika Pelajar dalam Menuntut Ilmu Agama

Google Search Widget

Keberhasilan para ulama dalam menuntut ilmu agama tidak lepas dari faktor etika yang mereka tunjukkan kepada guru atau kiai mereka. Sebagian ulama bahkan berpendapat bahwa 70 persen keberhasilan seorang santri berasal dari adabnya, sementara 30 persen lainnya dipengaruhi oleh kesungguhannya. Ilmu yang dimiliki para ulama tidak hanya bermanfaat bagi diri mereka sendiri, tetapi juga untuk masyarakat secara luas. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu agama tidak hanya berkaitan dengan urusan ibadah semata, melainkan juga terkait dengan interaksi sosial dalam kehidupan umat.

Ada beberapa kiat dan langkah yang perlu diperhatikan oleh seorang pelajar agar dapat beretika dalam hubungannya dengan guru. Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, Adab al-Alim wa al-Muta’allim, menyebutkan 12 adab yang harus dimiliki oleh seorang santri terhadap gurunya.

Pertama, seorang santri perlu mempertimbangkan secara matang sebelum memilih guru. Memilih guru bukanlah hal yang bisa dilakukan secara sembarangan. Sebelum menentukan siapa guru yang akan dijadikan tempat untuk menimba ilmu dan adab, sebaiknya dilakukan istikharah dan meminta petunjuk kepada Allah agar diberikan guru yang terbaik sesuai dengan kebutuhan. Guru yang dipilih sebaiknya memiliki kecakapan ilmu yang tinggi, menjaga martabat diri dengan baik, memiliki rasa kasih sayang, serta terkenal dengan akhlak yang terjaga. Selain itu, guru juga sebaiknya memiliki kemampuan menyampaikan ilmu dengan baik. Pentingnya pemilihan guru ini diungkapkan dengan pepatah para ulama, “Ilmu ini adalah agama, maka perhatikan dari siapa kalian mengambilnya.”

Kedua, memilih guru yang kredibel. Guru yang dipilih sebaiknya adalah orang yang memiliki pemahaman agama yang mendalam, memiliki sanad ilmu yang jelas, artinya mereka mendapatkan ilmu dari para masyayikh yang cerdas, hingga pada gurunya dan akhirnya Rasulullah Saw. Belajar agama tidak cukup hanya dari seseorang yang belajar dari buku-buku tanpa bimbingan langsung. Menurut Hadratussyekh, belajar tanpa sanad ilmu yang jelas atau hanya bergantung pada buku-buku saja sangat berisiko mengandung kesalahan. Oleh karena itu, selain rajin membaca dan mempelajari buku-buku, mencari guru yang dapat memberi penegasan atau konfirmasi penting untuk dilakukan. Imam Syafi’i pernah mengatakan, “Barangsiapa belajar fiqih dari buku-buku (tanpa bimbingan langsung), maka ia telah menyia-nyiakan hukum-hukum agama.”

Ketiga, patuh terhadap semua petunjuk guru. Seorang murid harus taat pada segala instruksi yang diberikan oleh gurunya. Mendengarkan dan mematuhi setiap arahan yang diberikan merupakan kewajiban bagi murid. Kesetiaan dan ketaatan murid kepada guru mirip dengan hubungan antara pasien sakit dengan dokternya. Sebagaimana pasien harus taat terhadap resep obat dan pola makan yang direkomendasikan dokter agar sembuh dari penyakitnya, demikian pula seorang pelajar perlu menaati petunjuk pengajaran dari gurunya untuk sembuh dari kebodohannya.

Keempat, memandang guru dengan penuh penghormatan. Salah satu langkah penting yang harus dilakukan oleh seorang pelajar untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat adalah dengan memandang gurunya dengan penuh penghormatan. Tidak diperkenankan bagi seorang pelajar untuk meremehkan gurunya atau merasa lebih pintar daripada gurunya. Santri wajib memiliki niat baik terhadap gurunya dan menganggap bahwa gurunya memiliki martabat yang tinggi. Sikap ini sejalan dengan ucapan sebagian ulama salaf, “Barangsiapa tidak mengagungkan gurunya, ia tidak akan bahagia.” Selain itu, penting bagi seorang murid untuk menggunakan panggilan yang pantas dan menghormati gurunya, baik saat berhadapan langsung maupun ketika gurunya tidak hadir.

Kelima, tidak melupakan jasa-jasa guru. Seorang pelajar harus mengakui hak-hak gurunya, tidak boleh melupakan jasanya, dan senantiasa mendoakan kebaikan baginya, baik selama kehidupan maupun setelah kewafatan sang guru. Sangat penting juga untuk menghormati keluarga, teman-teman, dan orang-orang terdekat sang guru. Setelah sang guru meninggal dunia, seorang pelajar sebaiknya meluangkan waktu untuk berziarah ke makamnya dan memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosanya. Dalam segala tindakan dan metode pengajaran yang dilakukan oleh sang guru, seorang murid diharapkan dapat meneladani cara-cara yang diajarkan oleh gurunya.

Keenam, bersabar dalam menghadapi gurunya. Seorang guru juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Ketika sang guru melakukan kesalahan atau bertindak keras, hal itu tidak boleh menghalangi seorang murid untuk terus belajar dan meyakini kemuliaan sang guru. Disarankan agar murid dapat memaklumi sikap kurang baik sang guru dan mencoba untuk mengarahkannya ke arah yang lebih baik. Saat mendapat teguran atau teguran keras dari guru, seorang murid sebaiknya bersikap rendah hati, meminta maaf jika melakukan kesalahan, dan belajar dari pengalaman tersebut.

Dengan menjalankan etika pelajar seperti yang diuraikan di atas, diharapkan para pelajar dapat menjalin hubungan yang baik dengan para guru mereka serta dapat meraih ilmu agama dengan maksimal. Langkah-langkah tersebut membantu dalam membentuk karakter dan moralitas setiap individu dalam menuntut ilmu agama.

Terima kasih telah membaca artikel ini. Semoga bermanfaat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?