Sistem muzara’ah dalam dunia pertanian sering kali disamakan dengan sistem musaqah. Meskipun serupa, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan terutama dalam hal jenis tanaman yang digunakan dan model pelaksanaannya.
Pada sistem musaqah, tanaman yang sudah ada di area lahan menjadi obyek utama. Sedangkan dalam muzara’ah, kondisi tanaman belum ada sehingga pihak petani harus menanamnya dari awal, bahkan menyemaikan benihnya. Perbedaan lainnya terletak pada obyek tanamannya; pada musaqah, tanaman utama berupa tanaman menahun kecuali dalam Mazhab Hanafi yang memperbolehkan tanaman musiman asalkan tidak langsung habis saat dipanen.
Di sisi lain, dalam muzara’ah, obyek tanamannya merupakan tanaman sampingan yang ditanam bersamaan dengan tanaman utama. Konsep tumpangsari, di mana dua atau lebih jenis tanaman ditanam secara bersamaan dengan salah satunya sebagai tanaman utama, menjadi prinsip dasar dalam muzara’ah. Tanaman sampingan ini disebut sebagai obyek substitusi atau tambahan karena fungsinya untuk menambah hasil dari akad musaqah.
Praktik muzara’ah ini memberikan peluang bagi petani dan pemilik lahan untuk mendapatkan pendapatan tambahan jika tanaman sampingan berhasil tumbuh. Jika gagal, pemilik lahan tidak akan mengalami kerugian karena produksi tanaman utama tetap terjaga.
Dalam muzara’ah, syarat utama terkait dengan jenis tanaman adalah bahwa tanaman substitusi tidak boleh merugikan tanaman utama. Hal ini penting untuk menjaga keberlangsungan pertanian dan memberikan manfaat maksimal bagi semua pihak yang terlibat.
Contoh praktis dari penerapan muzara’ah dapat dilihat dalam sistem pertanian refugia di Jerman atau praktik petani di Indonesia yang menanam tomat bersama dengan cabe untuk saling melindungi tanaman dari serangan hama.
Dalam muzara’ah shahihah, prinsip yang dibenarkan oleh syariat menjadi pedoman utama. Obyek tanaman substitusi harus ditanam bersama dengan tanaman pokok yang tidak habis saat dipanen. Konsep syirkah atau kerjasama antara pemilik lahan dan pemodal juga menjadi bagian penting dalam muzara’ah untuk memastikan keberlangsungan usaha pertanian.
Dengan memahami prinsip-prinsip dasar muzara’ah, diharapkan praktik pertanian ini dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang terlibat serta berkontribusi dalam pengembangan sektor pertanian secara berkelanjutan.