Peternakan merupakan salah satu objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya. Ada tiga jenis ternak yang diwajibkan untuk dizakati, yaitu unta, sapi, dan kambing. Terdapat enam syarat wajib zakat untuk peternakan, di antaranya pemiliknya harus beragama Islam, hewan harus merdeka, hewan merupakan milik sempurna, mencapai nishab (batas minimum wajib zakat), sudah satu tahun dalam perawatan, dan digembalakan.
Jika salah satu dari enam syarat tersebut tidak terpenuhi, maka ketentuan zakatnya dapat berubah menjadi zakat tijarah (zakat niaga) jika ternak tersebut awalnya ditujukan untuk diperdagangkan. Dasar wajibnya zakat tijarah pada kasus peternakan produktif ini dapat ditemukan dalam hadits yang menyatakan bahwa zakat harus dikeluarkan dari harta niaga.
Cara menghitung zakat tijarah dilakukan dengan menaksir nilai harta modal dagang di akhir haul. Persentase zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2.5% dari modal yang ada. Pendapat kedua menyatakan bahwa hewan ternak tidak wajib dizakati jika tidak memenuhi beberapa kriteria tertentu, seperti pemiliknya bukan Muslim, belum mencapai haul, bukan milik sempurna, pemiliknya adalah seorang budak, dan tidak ada niat untuk diperdagangkan.
Keberadaan niat untuk diperdagangkan menjadi kunci dalam menentukan apakah hewan ternak harus dizakati atau tidak. Di Indonesia, ada beberapa daerah dengan padang stepa di mana terdapat hewan-hewan yang digembalakan. Namun, jika hewan tersebut termasuk dalam kategori unta, kambing, dan sapi serta telah mencapai nishab dan haul, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Para pemilik peternakan produktif yang merawat hewan dengan tujuan untuk diambil hasil produksinya dapat dikenakan zakat tijarah karena adanya niat untuk berdagang. Oleh karena itu, pemahaman akan kriteria dan syarat zakat pada peternakan sangat penting untuk memastikan kewajiban zakat dapat dipenuhi sesuai dengan ajaran agama.