Akad musaqah memiliki tujuan mulia untuk menciptakan kemaslahatan dan berbagi sumber daya guna memenuhi kebutuhan dua pihak yang terlibat dalam akad tersebut. Seseorang yang memiliki kebun dengan tanaman yang sudah tumbuh mungkin tidak mampu merawatnya secara mandiri karena kesibukan atau luasnya lahan, maka dia memutuskan untuk melakukan akad musaqah.
Dalam akad ini, dia mengajak petani penggarap sebagai pihak kedua untuk mengelola dan merawat tanaman tersebut. Hasil panen kemudian dibagi sesuai kesepakatan yang telah disepakati bersama. Hal ini memperlihatkan keindahan dalam syariat Islam yang tidak hanya menekankan pentingnya tolong-menolong secara sukarela tetapi juga memberikan peluang bagi orang-orang lemah secara ekonomi untuk tetap menjaga martabat mereka dengan memberikan pekerjaan yang produktif.
Syariat Islam memberikan pedoman tentang syarat dan rukun dalam akad musaqah agar prinsip tolong-menolong dalam menciptakan kemaslahatan terjaga dengan baik. Syarat dan rukun ini ditetapkan dengan tujuan agar tujuan syariat tetap tercapai dan kedua belah pihak yang terlibat dalam akad tidak merasa dirugikan.
Rukun akad musaqah menurut kalangan Syafi’iyah terdiri dari lima elemen, antara lain dua pihak yang bertransaksi, adanya kalimat akad yang jelas, hal yang berkaitan dengan perkebunan, hasil panen atau yang sejenisnya, serta pekerjaan yang dilakukan. Ada penambahan elemen keenam mengenai masa berlakunya akad menurut Ibnu Rusyd.
Penting untuk memahami rukun-ruku tersebut agar akad musaqah dapat dilaksanakan dengan benar. Salah satunya adalah persyaratan bahwa pihak yang berakad harus memiliki akal dan berusia baligh. Selain itu, kejelasan dalam kalimat akad juga menjadi hal penting agar maksud dari akad tersebut dapat dipahami dengan baik oleh kedua belah pihak.
Obyek akad yang berkaitan dengan jenis tanaman juga menjadi hal yang harus diperhatikan dalam akad musaqah. Para ulama sepakat bahwa beberapa jenis tanaman seperti kurma dan anggur dapat menjadi obyek akad musaqah, namun terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis tanaman tertentu.
Selain itu, hasil panen juga menjadi bagian penting dalam akad musaqah. Pembagian hasil panen harus dilakukan secara adil dan transparan antara pemilik tanaman dan pengelola tanaman. Kebersamaan dalam mengelola tanaman harus bersifat saling mendukung dan tidak didasarkan pada persentase tertentu yang sudah ditentukan sebelumnya.
Terakhir, bidang garap atau pekerjaan pengelola tanaman juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar akad musaqah dapat berjalan lancar. Pekerjaan pengelolaan tanaman harus dilakukan secara mandiri tanpa keterlibatan pihak lain dan pengelola harus bertanggung jawab atas pemeliharaan tanaman tersebut.
Dengan memahami syarat dan rukun dalam akad musaqah ini, diharapkan para petani, khususnya penggarap, dapat menjalankan pekerjaan mereka dengan penuh berkah. Semoga penjelasan ini memberikan manfaat bagi semua pembaca.