Syariat Islam tidak hanya memuat aturan halal-haram, tetapi juga mengatur tata krama dan moral. Dalam perspektif Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’isyun, Syariat didefinisikan sebagai hukum yang dijelaskan Allah untuk membimbing umat manusia menuju kehidupan yang lebih baik, baik di dunia maupun akhirat.

Salah satu aspek yang diatur oleh Syariat Islam adalah akhlak manusia dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam ibadah, transaksi, pernikahan, hingga hukum pidana dan perdata. Salah satu contoh tata krama yang diatur dalam ibadah adalah etika bagi orang yang membuang hajat di kamar mandi.

Dalam hal ini, ada beberapa etika yang dianjurkan, seperti tidak menghadap atau membelakangi kiblat, tidak membawa barang yang bertuliskan nama-nama suci, serta membaca doa sebelum masuk dan setelah keluar dari kamar mandi. Selain itu, disarankan untuk menjaga kebersihan dan tidak berbicara tanpa kebutuhan saat membuang hajat.

Mengenai berbicara saat membuang hajat, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama. Beberapa ulama berpendapat bahwa berbicara saat membuang hajat adalah makruh kecuali ada kebutuhan atau maslahat tertentu. Ada juga pandangan yang menyatakan bahwa berbicara saat membuang hajat hukumnya mutlak makruh, tanpa membedakan apakah sedang keluar kotoran atau tidak.

Namun, ada pengecualian jika berbicara tersebut dilakukan karena kebutuhan yang mendesak, seperti memberitahukan informasi penting kepada orang lain atau memperingatkan bahaya yang mungkin terjadi. Dalam hal ini, berbicara bisa menjadi wajib untuk mencegah kerugian atau bahaya yang lebih besar.

Dengan demikian, penting bagi umat Islam untuk memahami etika berbicara dan berdehem saat memenuhi hajat di kamar mandi sesuai dengan ajaran Syariat Islam. Semoga penjelasan ini bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman kita akan tata krama yang diajarkan dalam agama Islam.