Bulan Rabiul Awal selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam karena di bulan tersebut, Nabi Muhammad dilahirkan. Peringatan Maulid Nabi Muhammad menjadi tradisi yang dilakukan oleh mayoritas umat Islam di Indonesia. Tradisi ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti pembacaan Barzanji dan ceramah keagamaan yang mengisahkan kebaikan Nabi sebagai pedoman hidup. Di beberapa daerah di Indonesia, perayaan Maulid Nabi dihiasi dengan tradisi khas masing-masing, seperti Muludhen di Madura, Bungo Lado di Minang, Kirab Ampyang di Kudus, dan Grebeg Maulud di beberapa daerah lain.
Ulama memiliki pendapat yang berbeda terkait hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad. Mayoritas ulama dari Mazhab Empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi diperbolehkan bahkan disunnahkan. Namun, sebagian ulama Maliki menyatakan bahwa peringatan Maulid Nabi tidak diperbolehkan karena dianggap sebagai bid’ah.
Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an terkait dengan peringatan Maulid Nabi, Ibnu Abbas menyebutkan bahwa kita diperintahkan untuk bersukacita atas adanya Rasulullah. Hal ini mengisyaratkan disyariatkannya peringatan Maulid Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam.
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama, keragaman ini seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan harus disikapi dengan bijaksana. Dalam hal ini, Ibnu Taymiyyah juga menyampaikan bahwa memuliakan Maulid Nabi dengan niat yang baik akan mendapatkan pahala yang besar.
Dengan demikian, pemahaman terhadap hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad shallallahu a’laihi wasallam menjadi penting untuk dipahami dengan bijaksana dan mendalam agar tradisi ini dapat dilakukan dengan penuh keberkahan dan makna yang sesungguhnya.