Tanah merupakan anugerah ilahi yang perlu disyukuri dan dikelola dengan baik. Penting untuk memanfaatkan tanah sawah, ladang, atau tanah tegal dengan menanaminya agar tidak menjadi bongkor (nganggur) dan tidak bisa ditanami lagi. Jika tidak mampu menanami sendiri, kita dapat menyewakan tanah kepada pihak lain atau menyuruh orang lain untuk mengelolanya dengan jalan digaji.
Ada beberapa akad terkait dengan pengelolaan tanah, di antaranya adalah akad sewa menyewa (ijarah) dan akad muzâra’ah/mukhâbarah. Dalam akad sewa menyewa, pemilik tanah dapat menyewakan tanahnya kepada pihak lain dengan syarat menjaga fungsi tanah tersebut. Sedangkan dalam akad muzâra’ah/mukhâbarah, terdapat perbedaan pada sumber asal benih yang digunakan.
Pandangan mengenai keabsahan akad berbeda-beda tergantung dari masing-masing madzhab fiqih. Meskipun demikian, kesepakatan umum adalah bahwa pengelolaan tanah harus dilakukan melalui kerjasama yang adil dan berkeadilan antara dua pihak.
Akad musaqah merupakan bentuk kerjasama dalam perawatan pohon kurma atau anggur dengan pembagian hasil panen. Meskipun kontroversial di beberapa madzhab fiqih, namun prinsip bagi hasil tetap menjadi landasan utamanya.
Dengan tanah sebagai anugerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi, penting bagi kita untuk mengelolanya dengan bijaksana sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah. Dengan demikian, pengembangan aset produktif ini dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.