Syariat Islam memberikan kemudahan dalam berbagai aspek, termasuk dalam hukum-hukum keagamaan. Salah satu keringanan yang diberikan adalah kemungkinan untuk menjamak dan mengqashar shalat bagi orang yang sedang bepergian. Namun, tidak semua musafir secara otomatis mendapatkan keringanan ini.
Dalam kaidah fiqih, disebutkan bahwa keringanan syara’ tidak berlaku jika terdapat unsur kemaksiatan. Artinya, musafir yang melakukan perjalanan dengan tujuan melakukan kemaksiatan tidak berhak untuk menjamak dan mengqashar shalatnya. Hal yang sama berlaku bagi musafir yang mengubah tujuan perjalanannya dari yang semula baik menjadi tujuan kemaksiatan.
Terdapat tiga jenis musafir yang harus diperhatikan dalam hal ini. Pertama, musafir yang tujuan awal perjalanannya adalah kemaksiatan. Kedua, musafir yang mengubah tujuan perjalanan dari taat menjadi maksiat. Ketiga, musafir yang perjalanan awalnya untuk kebaikan namun melakukan kemaksiatan di tengah perjalanan.
Musafir jenis pertama dan kedua tidak diperbolehkan menjamak dan mengqashar shalat sebelum mereka bertaubat. Namun, musafir jenis ketiga tetap mendapatkan keringanan tersebut karena tujuan utama perjalanan mereka adalah untuk kebaikan.
Selain itu, ada faktor-faktor lain yang juga harus dipertimbangkan, seperti jarak perjalanan minimal untuk dijamak atau diqashar, serta niat yang benar saat menjamak shalat. Dengan demikian, tidak semua musafir memiliki hak untuk menjamak dan mengqashar shalat sesuai dengan syariat Islam. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi pedoman bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah shalat saat dalam perjalanan.