Dalam kasus ganti rugi, hal yang penting untuk diperhatikan adalah siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi, baik sebagai penyebab langsung maupun tidak langsung. Sebuah contoh kasus dapat memberikan gambaran lebih jelas mengenai hal ini.
Misalkan ada seseorang yang menyobek perut orang lain tanpa menyebabkan kematian. Kemudian, datang orang lain yang dengan sengaja memukul tengkuk si korban menggunakan alat yang bisa membunuh, yang akhirnya menyebabkan kematian si korban. Pertanyaannya, siapakah yang seharusnya dikenai hukuman pidana atas tindakan pembunuhan tersebut?
Para ulama dari kalangan Hanafiyah dalam kasus ini memutuskan bahwa pihak yang wajib dikenai hukuman pembunuhan adalah orang yang memukul tengkuk si korban dengan benda yang bisa membunuh. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa pihak yang berperan sebagai penyebab langsung haruslah bertanggung jawab atas perbuatannya.
Analogi kasus ini dapat dijelaskan dengan orang yang menggali sumur. Jika seseorang mendorong orang lain ke dalam sumur sehingga terjadi kematian, maka yang harus bertanggung jawab atas tindakan tersebut adalah orang yang melakukan dorongan tersebut, bukan orang yang menggali sumur sebagai penyebab tidak langsung.
Dalam konteks kerusakan akibat tindakan kesalahan orang lain, misalnya jika seseorang mengundang ternak kita masuk ke ladang orang lain sehingga merusaknya, yang bertanggung jawab dan harus menanggung ganti rugi adalah pihak yang mengundang ternak tersebut. Karena merekalah yang menjadi penyebab langsung terjadinya kerugian.
Dalam menentukan penanggung jawab dalam kasus ganti rugi akibat tindakan merugikan orang lain, prinsip utama yang harus ditekankan adalah bahwa pihak yang bertindak sebagai penyebab langsung kerugianlah yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Dengan demikian, keadilan dapat ditegakkan dan korban mendapatkan perlindungan sesuai dengan hukum yang berlaku.