Syariat Islam memberikan pedoman yang jelas terkait transaksi jual beli agar sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam agama. Salah satu hadits menyatakan bahwa jual beli hanya diperbolehkan atas harta yang dimiliki sepenuhnya. Namun, bagaimana jika barang yang dijual merupakan hasil curian?
Dalam istilah fiqih, menjual harta orang lain tanpa izin disebut bai’ fudluli. Hal ini dianggap tidak sah karena penjual tidak memiliki hak atas barang yang dijual. Penjualan barang curian juga termasuk dalam kategori ini, mengingat barang curian tetap merupakan milik pemilik asli.
Ulama menegaskan bahwa transaksi bai’ fudluli tidak sah karena penjual harus memiliki kepemilikan atas barang yang dijual. Penjualan hasil curian termasuk dalam transaksi yang tidak sah, atau dikenal sebagai bai’ fasid. Dalam kasus transaksi yang fasid, baik penjual maupun pembeli wajib mengembalikan barang yang telah ditukar.
Jika barang curian sudah terlanjur dijual, pencuri harus mengembalikan uang hasil penjualan kepada pembeli dan barang curian kepada pemilik aslinya. Jika pemilik asli tidak diketahui, pencuri tetap memiliki kewajiban untuk mengembalikan barang tersebut. Konsekuensinya, seperti memiliki utang yang harus diselesaikan.
Dengan demikian, transaksi jual beli barang hasil curian merupakan praktik yang tidak sah dalam pandangan syariat Islam. Prinsip kepemilikan dan keadilan sangat ditekankan dalam setiap transaksi agar sesuai dengan ajaran agama.