Masjid merupakan bagian penting dalam kehidupan seorang Muslim, tempat ibadah yang memiliki peran sentral dalam kegiatan keagamaan umat Islam. Namun, seringkali hukum-hukum terkait dengan masjid, khususnya terkait dengan alat-alat wakaf masjid, masih belum banyak diketahui.
Menurut para ulama, barang-barang wakafan yang termasuk inventaris untuk masjid harus dijaga kelestariannya. Alat-alat wakaf masjid seperti tikar, genteng, sajadah, speaker, dan lainnya harus dijaga bersama-sama baik oleh takmir maupun masyarakat agar tidak rusak. Namun, kerusakan pada barang-barang tersebut terkadang tidak dapat dihindari karena faktor usia atau penggunaan berulang.
Ketika alat-alat wakaf masjid sudah rusak dan tidak lagi bermanfaat, takmir seringkali menghadapi dilema antara menjaga status wakafnya atau menjualnya untuk kepentingan masjid. Menurut sebagian ulama Syafi’iyyah, menjual alat-alat masjid yang sudah lapuk karena usia adalah diperbolehkan jika dianggap lebih bermanfaat. Hasil penjualan tersebut kemudian dapat dialokasikan kembali untuk kemaslahatan masjid.
Menurut pendapat beberapa ulama besar seperti Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, kebolehan penjualan harta wakaf ini bertujuan agar harta tersebut tidak sia-sia dan dapat menghasilkan manfaat yang kembali kepada harta wakaf. Hal ini juga disepakati oleh ulama-ulama terkemuka seperti al-Imam al-Rafi’I dan al-Imam al-Nawawi.
Jika hasil penjualan alat-alat wakaf tersebut tidak mencukupi untuk membeli barang yang sama, uang hasil penjualannya dapat dialokasikan untuk kemaslahatan masjid secara umum. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama Syafi’iyyah terkait hukum menjual harta wakafan, banyak yang menekankan bahwa menjualnya adalah pilihan yang diperbolehkan jika memang lebih bermanfaat.
Dalam suatu forum konferensi besar di Jakarta pada tahun 1961, dinyatakan bahwa alat-alat masjid yang sudah rusak tetap mempertahankan status wakafnya namun boleh dijual jika memang kemaslahatannya hanya terletak pada penjualan tersebut. Keputusan tersebut diambil dengan merujuk pada beberapa referensi kitab Fath al-Mu’in dan Hasyiyah I’anah al-Thalibin.
Dalam hal ini, penting bagi takmir masjid untuk mempertimbangkan dengan bijak terkait alat-alat wakaf masjid yang sudah rusak. Keputusan untuk menjualnya atau tetap mempertahankannya sebagai harta wakaf harus didasarkan pada prinsip kemaslahatan bagi masjid serta berdasarkan pandangan ulama yang dapat dipercaya.