Dalam beberapa daerah, seringkali perbaikan masjid atau mushala wakaf menjadi keharusan. Kebutuhan mendesak masyarakat sering kali mendorong renovasi bangunan lama agar lebih sesuai dengan kebutuhan saat ini. Setelah pembongkaran bangunan lama, material seperti genteng, kayu, dan besi masih dapat dimanfaatkan. Namun, konstruksi bangunan baru yang lebih modern membuat material lama terabaikan.
Muncul inisiatif dari nadzir (takmir) untuk menjual material lama guna mendapatkan dana untuk membantu perbaikan, seperti membeli material baru. Namun, dalam perspektif mazhab Syafi’i, harta wakaf seharusnya tidak dijual atau dihibahkan. Hal ini berkaitan dengan prinsip wakaf yang mengamanahkan harta secara permanen untuk pemanfaatan syariah.
Menurut hadits Sahabat Umar, menjual pokok harta wakaf tidak dibolehkan. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, idealnya material bangunan lama tetap dimanfaatkan untuk keperluan masjid/mushala yang bersangkutan jika memungkinkan. Bila tidak diperlukan lagi, ada yang membolehkan penjualan material tersebut untuk membeli material baru, namun ada juga yang memandang haram dan mengalokasikannya untuk masjid/mushala lain yang lebih membutuhkan.
Kesimpulannya, penjualan material wakaf bangunan lama harus dipertimbangkan dengan cermat. Hukumnya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan nyata, dengan memperhatikan prinsip utama kepedulian sosial dan keberlanjutan pemeliharaan masjid atau mushala wakaf.