Dalam berbagai literatur fiqih dijelaskan bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup memiliki status suci dan najisnya persis seperti bangkai dari hewan tersebut. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup dihukumi seperti bangkai.
Namun, terdapat pengecualian ketika bagian tubuh yang terputus adalah rambut atau bulu dari hewan. Rambut atau bulu yang terputus dari hewan yang halal untuk dimakan dihukumi suci, sedangkan berasal dari hewan yang tidak halal dimakan dihukumi najis.
Bagaimana dengan bulu kucing yang rontok? Meskipun kucing termasuk hewan yang tidak halal untuk dimakan, bulu kucing yang rontok tetap dianggap najis. Namun, najis ini ditoleransi ketika dalam jumlah sedikit atau bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing.
Ketika bulu kucing mengenai air, air tersebut tidak dihukumi najis jika kurang dari dua kullah. Jumlah bulu yang rontok dari kucing dianggap najis ma’fu atau tidak ditoleransi tergantung pada penilaian umum masyarakat.
Rontokan bulu kucing dianggap najis yang ditoleransi selama masih dalam jumlah yang sedikit. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kebersihan pakaian dan tubuh agar ibadah kita terhindar dari perkara najis yang disebabkan oleh bulu kucing.
Memelihara kucing boleh dilakukan, namun perlu diperhatikan kebersihan tubuh dan pakaian agar terhindar dari najis yang mungkin ditimbulkan oleh bulu kucing.