Terdapat situasi di mana seseorang bertanggung jawab atas kerusakan barang yang disebabkan oleh anak kecil. Pada dasarnya, tidak semua kerusakan yang terjadi akibat orang lain dapat dikenai ganti rugi tanpa mempertimbangkan faktor-faktor tertentu. Sebagai contoh, saat seseorang memberikan ponsel kepada seorang balita untuk dipegang, maka harus ada pengawasan yang memadai karena sang balita mungkin tidak mampu merawat ponsel tersebut dengan baik. Jika ponsel tersebut rusak karena balita tersebut tidak sengaja menjatuhkannya, maka orang yang memberikan ponsel tersebut harus bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

Hal yang sama berlaku ketika seseorang menyuruh orang lain yang tidak terampil dalam mengemudi untuk mengemudikan kendaraan dan terjadi kecelakaan. Orang yang memberi perintah untuk mengemudikan kendaraan tersebutlah yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut, bukan orang yang sebenarnya mengemudikan kendaraan.

Dari contoh-contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa orang yang bertanggung jawab atas kerusakan barang haruslah orang yang seharusnya memiliki pemahaman dan keterampilan terhadap barang tersebut namun tidak menggunakan barang tersebut dengan semestinya. Jika ada ketidakpahaman terhadap barang tersebut namun tetap disuruh untuk menggunakannya, maka orang yang memberi perintah akan bertanggung jawab.

Selain itu, terdapat prinsip bahwa tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh seorang anak harus dipertimbangkan berdasarkan tingkat pengertian dan kematangan anak tersebut. Anak yang belum cukup mampu membedakan baik dan buruk tidak bisa dimintai pertanggungjawaban atas kerusakan yang terjadi. Namun, jika anak tersebut sudah cukup mampu dalam hal tersebut, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban.

Penting untuk mengetahui bahwa dalam hal tanggung jawab atas kerugian, status keahlian dan pemahaman individu memainkan peran penting dalam menentukan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan barang yang terjadi.