Suatu kisah menarik dalam sejarah terjadi antara seorang hamba sahaya yang bernama Barîrah dan tuannya. Barîrah ingin merdeka dan mencapai kebebasannya dengan mengambil akad kitâbah dengan sang majikan. Namun, perjalanan menuju kemerdekaan tidaklah mudah.
Dalam perjalanan Barîrah menuju kemerdekaannya, ia meminta pertolongan dari Siti Aisyah radliyallâhu ‘anha. Aisyah bersedia membantu dengan syarat bahwa hak waris wala’ tetap menjadi milik Barîrah setelah ia merdeka. Namun, sang majikan menolak syarat tersebut.
Ketika hal ini sampai kepada telinga Rasulillah, beliau memberikan petunjuk yang bijaksana. Beliau menegaskan bahwa hak wala’ seharusnya dimiliki oleh orang yang memerdekakan, bukan oleh mantan majikan. Dengan demikian, syarat yang tidak sesuai dengan ketentuan agama dapat diabaikan.
Hikmah dari hadits ini mengajarkan kita pentingnya memahami prinsip-prinsip syariat dalam melakukan kontrak atau perjanjian. Syarat-syarat yang bertentangan dengan nilai-nilai agama sebaiknya tidak diikutsertakan dalam akad, agar kontrak tetap sah dan tidak batal meskipun terdapat syarat yang tidak sesuai.
Dalam kehidupan sehari-hari, contoh kasus ini dapat menggambarkan pentingnya menjaga keabsahan kontrak dan menghindari syarat-syarat yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Dengan memahami hukum-hukum agama terkait kontrak, kita dapat menjaga keadilan dan keberlangsungan perjanjian tanpa melanggar nash yang telah ditetapkan.
Kisah Barîrah dan tindakan bijaksana Rasulillah dalam mengatasi masalah syarat kontrak memberikan pelajaran berharga bagi kita semua. Semoga kita dapat selalu menjalankan perjanjian dengan penuh kebijaksanaan dan kesadaran akan nilai-nilai agama.