- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Akad Hibah dan Jual Beli dalam Perspektif Fiqh

Google Search Widget

Kisah seorang santri yang membutuhkan sepeda motor untuk tugas mengajar jauh dari pondoknya membawa kita pada pembahasan mengenai akad hibah dan jual beli dalam fiqh. Sang bapak yang merelakan sepedanya untuk dibeli oleh santri menunjukkan dua akad yang terjadi, yaitu akad hibah dan akad jual beli yang berikatan.

Menurut Al-Zuhaily dalam kitab “al-Fiqhu al-Islâmy wa adillatuhu”, akad hibah bisa muncul sebelum akad jual beli, seperti dalam kasus utang-piutang, kafâlah, dan hibah dengan syarat adanya harga ganti. Hibah tersebut menjadi sebab terjadinya akad jual beli.

Selain itu, akad hibah juga bisa bersatu dengan akad lain seperti akad utang piutang. Gabungan hibah dengan bai’ merupakan bagian dari akad tabarru’. Ada beberapa jenis akad tabarru’, seperti hibah, shadaqah, waqaf, i’arah, dan hiwâlah.

Semua kelompok akad tabarru’ ini dapat menjadi “sebab” bagi terjadinya akad jual beli. Perlu dibedakan antara menjadi sebab dan bergabung. Misalnya, dalam permintaan pinjaman uang, kata “pinjam” merujuk pada akad i’ârah, sedangkan utang adalah akad qardh.

Penting untuk memilah antara akad hibah dan jual beli. Dalam akad jual beli, penggunaan kata “berikan” dalam ijab dapat membuat akad tersebut batal karena terkesan sebagai hibah atau hadiah yang bertentangan dengan maksud jual beli yang membutuhkan harga barang.

Dalam konteks akad jual beli, pemilihan kata yang tepat dalam ijab dan qabul sangat penting. Lafal-lafal yang menyiratkan hibah sebaiknya dihindari agar tidak menyebabkan akad menjadi tidak sah. Hibah yang seharusnya menjadi sebab bagi terjadinya jual beli, dapat menjadikan akad tersebut tidak sah jika tidak diperlakukan dengan cermat.

Dengan memahami prinsip-prinsip akad hibah dan jual beli dalam fiqh, kita dapat menjalankan transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 7

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?