Tawaf merupakan salah satu ritual penting yang identik dengan pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wata’ala menegaskan perintah untuk melakukan tawaf di sekitar Ka’bah. Terdapat lima jenis tawaf yang dikenal dalam bab manasik, yaitu tawaf ifadah, tawaf qudum, tawaf wada’, tawaf sunnah, dan tawaf umrah. Setiap jamaah haji melakukan tawaf sebanyak tujuh kali putaran dimulai dari Hajar Aswad.
Tawaf harus dilakukan dalam keadaan suci. Namun, masalah dapat timbul ketika jamaah haji mengalami hadats di pertengahan tawaf, seperti kentut atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis bukan mahram. Pertanyaan muncul apakah setelah kembali bersuci, jamaah haji harus memulai putaran tawaf dari awal atau cukup melanjutkan dari putaran terakhir.
Tawaf memiliki persamaan dengan shalat dalam hal mensyaratkan keadaan suci dan menutup aurat. Ada perbedaan mendasar antara tawaf dan shalat, di mana jika jamaah haji mengalami hadats di pertengahan tawaf, mereka hanya perlu berwudhu dan melanjutkan putaran tawaf yang telah dilakukan tanpa harus memulai dari awal. Hal ini berbeda dengan shalat yang harus diulang dari awal jika terjadi hadats di tengah shalat.
Di antara ulama, ada perbedaan pendapat mengenai apakah jamaah haji harus memulai tawaf dari awal setelah kembali bersuci. Sebaiknya, jamaah haji memulai putaran tawaf dari awal untuk menghindari perbedaan pendapat ulama. Anjuran ini didasarkan pada kaidah fiqih yang menyatakan bahwa keluar dari perbedaan pendapat ulama itu disunnahkan.
Dalam penyelesaian masalah ini, disarankan agar jamaah haji memulai putaran tawaf dari awal setelah kembali bersuci. Hal ini bertujuan untuk menghindari perbedaan pendapat ulama yang mewajibkan memulai tawaf dari awal. Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Anda yang sedang merencanakan atau melaksanakan ibadah haji dan umrah.