Anjuran syariat Islam tentang pelaksanaan sedekah telah disebutkan dalam Al-Qur’an Surat an-Nisa’ ayat 92, yang menekankan pentingnya menginfakkan sebagian harta yang dicintai sebelum memperoleh kebajikan. Selain itu, surat yang sama juga menjanjikan pahala besar bagi orang yang mengajak orang lain untuk bersedekah, seperti yang dijelaskan dalam ayat 114.
Namun, apakah anjuran untuk bersedekah bersifat umum sehingga harus dilakukan tanpa mempertimbangkan tanggungan utang seseorang? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa sedekah yang paling baik dilakukan dalam kondisi tercukupi dan disarankan untuk dimulai dengan orang yang wajib dinafkahi.
Dalam konteks membayar utang versus bersedekah, Imam Bukhari menjelaskan bahwa membayar utang lebih didahulukan daripada bersedekah, terutama jika seseorang masih memiliki tanggungan utang kepada orang lain. Hal ini ditegaskan dalam kitab Shahih al-Bukhari.
Para ulama fiqih mazhab Syafi’i juga menekankan prioritas membayar utang sebelum bersedekah. Bersedekah ketika masih memiliki tanggungan utang bisa dianggap melanggar kesunnahan, bahkan bisa menjadi haram jika utang hanya bisa dilunasi dari harta tersebut. Di sisi lain, bersedekah pada harta-harta remeh yang tidak signifikan dalam pembayaran utang tetap dianjurkan.
Dengan demikian, seseorang perlu bijaksana dalam mengelola keuangan dan memprioritaskan kewajiban membayar utang sebelum melakukan sedekah. Kesunnahan dalam bersedekah harus dipertimbangkan dengan baik agar tidak mengorbankan kewajiban yang lebih penting.