Dalam agama, terdapat aturan-aturan yang dapat dijelaskan secara rasional karena nilainya universal. Contohnya adalah kewajiban menolong sesama, menghidupkan yang baik, menghilangkan yang buruk, dan sebagainya. Aturan semacam ini dikenal sebagai aturan ta’aqquli, yaitu aturan yang mudah dipahami dengan akal. Namun, ada juga aturan-aturan yang sifatnya tidak dapat dipertanyakan alasannya. Seperti jumlah rakaat shalat, gerakan shalat, makanan yang diharamkan, dan sebagainya yang bersifat teknis. Aturan semacam ini disebut sebagai aturan ta’abbudi, yaitu aturan yang dilakukan semata untuk ibadah tanpa bisa ditanya alasannya.
Wilayah aturan ta’abbudi ini sering dianggap sebagai wilayah irasional dalam agama. Namun sebenarnya, ketidakjelasan alasan di balik aturan ta’abbudi sebenarnya merupakan cara paling rasional untuk mengukur tingkat kepatuhan seseorang dalam menjalankan ajaran agama. Aturan ta’abbudi diciptakan sebagai instrumen tes kepatuhan, di mana orang yang patuh akan terlihat dari siapa yang mengikuti aturan tersebut tanpa bertanya-tanya mengapa.
Dengan adanya aturan ta’abbudi, agama memiliki instrumen untuk menguji tingkat kepatuhan umatnya. Jika setiap perintah memiliki alasan spesifik di baliknya, maka akan ada banyak interpretasi dan varian pelaksanaan aturan tersebut. Oleh karena itu, aturan ta’abbudi yang tidak memiliki alasan spesifik sebenarnya lebih efektif dalam mengukur kepatuhan umat.
Kesimpulannya, adanya aturan ta’abbudi dalam agama sebenarnya adalah hal yang rasional dan penting. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua aspek agama harus memiliki alasan yang bisa dipahami secara logis. Terkadang, ketidakjelasan inilah yang sebenarnya memperkuat nilai kepatuhan dalam menjalankan ajaran agama.