Shalat sunnah memiliki peran penting sebagai penunjang shalat fardhu dalam ajaran Islam. Sebagai tambahan, pahala shalat sunnah dapat memberikan tambahan nilai bagi shalat fardhu, terutama jika kualitas pelaksanaan shalat fardhu rendah. Sulitnya menjaga konsentrasi saat shalat dapat membuat makna ibadah kepada Allah terabaikan, meskipun secara fisik terlihat khusyuk. Oleh karena itu, shalat sunnah juga dikenal sebagai shalat nawafil, yang berarti sebagai tambahan atau pelengkap.
Posisi strategis shalat sunnah sebagai penyempurna shalat fardhu sangatlah vital dalam syariat Islam. Shalat sunnah memiliki beragam predikat seperti mandub, marghub fih, mutahab, tathowwu’, ihsan, dan hasan. Terdapat empat kategori shalat sunnah, yaitu shalat sunnah muaqqat (yang ditentukan waktunya), shalat sunnah dzu sababin mutaqaddimin (karena telah terjadi sesuatu), shalat sunnah dzu sababin mutaakhhirin (karena menginginkan sesuatu), dan shalat sunnah mutlaq (tidak tergantung pada sebab atau waktu).
Salah satu jenis shalat sunnah adalah shalat sunnah rawatib yang menyertainya shalat fardhu. Ada shalat sunnah qabliyah (sebelum) dan ba’diyah (setelah) yang disarankan untuk dilakukan secara individu dan bukan berjamaah. Sebagai contoh, shalat sunnah qabliyah zuhur empat rakaat dilakukan sebelum shalat zuhur dengan dua kali salam. Hal ini didasarkan pada tindakan Rasulullah yang selalu melaksanakan shalat sunnah tersebut, menunjukkan bahwa empat rakaat sebelum dan sesudah zuhur merupakan sunnah muakkadah.
Hadits menyebutkan bahwa melaksanakan empat rakaat sebelum dan sesudah shalat Dzuhur akan mengharamkan api neraka bagi pelakunya. Bacaan niat untuk shalat sunnah qabliyah zuhur adalah “Aku niat shalat qabliyah zuhur dua rakaat menghadap kiblat karena Allah.” Begitu pula dengan shalat sunnah ba’diyah zuhur yang juga empat rakaat dengan bacaan niat yang sama.
Demikian pula, ketika shalat Jum’at, empat rakaat sebelum dan sesudahnya tetap menjadi sunnah muakkadah, sebagaimana halnya dengan shalat Dzuhur.