Setelah menikmati hari-hari lebaran di kampung halaman, saatnya bagi para pemudik untuk kembali memasuki rutinitas kerja. Bagi sebagian dari mereka yang bekerja di tempat yang jauh dari kampung halaman, perjalanan pulang bisa memakan waktu beberapa hari. Terutama pada masa arus balik, perjalanan dengan kendaraan bermotor atau mobil bisa menjadi lebih melelahkan karena padatnya lalu lintas.
Dalam kondisi perjalanan yang panjang, masjid seringkali menjadi tempat istirahat alternatif bagi para pemudik. Selain digunakan sebagai tempat shalat, masjid juga dimanfaatkan sebagai tempat mandi, mencuci muka, makan, dan bahkan tidur sejenak. Hal ini menjadi hal yang lumrah terjadi di sepanjang perjalanan, mengingat biaya menginap di hotel atau makan di restoran bisa menjadi mahal.
Namun, perlu diperhatikan etika saat makan dan minum di dalam masjid. Imam An-Nawawi pernah menjelaskan dalam karyanya bahwa meskipun diperbolehkan, tetapi perlu menjaga kebersihan masjid serta membersihkan sisa makanan yang jatuh ke lantai. Makanan yang tidak berbau seperti roti, buah-buahan, atau makanan ringan lainnya boleh dikonsumsi di masjid. Namun, makanan yang memiliki bau yang tidak sedap seperti durian atau jengkol sebaiknya tidak dikonsumsi di dalam masjid agar tidak mengganggu ibadah orang lain.
Para pemudik perlu memahami aturan dan budaya yang berlaku di setiap masjid yang mereka singgahi. Meskipun ada masjid yang memperbolehkan aktivitas makan dan istirahat di dalamnya, namun ada juga yang melarang hal tersebut demi menjaga kebersihan lingkungan. Jika terdapat larangan untuk makan dan minum di dalam masjid tertentu, lebih baik mencari tempat lain untuk melaksanakan kegiatan tersebut agar terhindar dari konflik dengan pengurus masjid.
Dengan menjaga etika saat makan dan minum di masjid, para pemudik turut berkontribusi dalam menciptakan lingkungan ibadah yang bersih dan tenang bagi semua jemaah. Semoga pemahaman tentang etika ini semakin meningkat sehingga ibadah di masjid tetap dapat dilaksanakan dengan khusyuk dan nyaman.