Pada tahun 2002, Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) NU mengklasifikasikan hukum bunga bank menjadi tiga, yaitu haram, boleh, dan syubhat. Hal ini disebabkan oleh minimnya penyebaran perbankan syariah di seluruh wilayah Indonesia. Mayoritas masyarakat masih mengandalkan pembiayaan dari bank konvensional. Status syubhat timbul karena perlu dipilah antara pinjaman konsumtif dan produktif. Bunga bank dianggap sebagai risiko kredit bank yang diperbolehkan untuk pinjaman produktif tetapi diharamkan untuk pinjaman konsumtif.
Penting untuk memahami bagaimana bunga bank ditetapkan oleh lembaga keuangan. Ada lima model sistem bunga yang digunakan oleh bank dalam menghitung bunga pinjaman:
- Sistem Sliding Rate: Bunga yang dikenakan pada pinjaman akan semakin menurun dari periode ke periode cicilan.
- Sistem Flat Rate: Besarnya bunga yang dikenakan ditambah dengan pokok pinjaman selalu sama dari waktu ke waktu.
- Sistem Floating Rate: Bunga akan berubah sesuai dengan pergerakan suku bunga di pasar uang.
- Sistem Add-on: Bunga dihitung berdasarkan pokok pinjaman ditambah dengan bunga sehingga cicilan bulanan tetap sama.
- Sistem Discount Rate: Bunga yang harus dibayar dikurangi dari total pinjaman sehingga jumlah pokok yang harus dibayarkan tetap.
Setiap sistem bunga memiliki dampak yang berbeda terhadap besarnya cicilan dan pencairan dana pinjaman. Penting bagi debitur untuk memahami sistem bunga yang diterapkan oleh bank agar dapat menghitung cicilan dengan tepat. Dengan pemahaman yang baik, debitur dapat mengelola pinjaman dengan lebih efektif dan menghindari kebingungan terkait dengan besarnya cicilan.