Pada era digital saat ini, hampir setiap individu memiliki perangkat digital yang memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan banyak pihak melalui telepon seluler mereka. Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama di Makassar telah merespons perkembangan zaman ini dengan membahas konsep ittihâdul majlis. Dalam konteks transaksi bisnis klasik, pertemuan langsung antara pihak-pihak yang terlibat dalam akad adalah krusial, namun dengan adanya media elektronik, konsep tersebut dapat disesuaikan dengan cara yang lebih ramah terhadap kemajuan zaman.
Era digital telah memunculkan praktik e-contract atau perjanjian elektronik yang menjadi tren dalam transaksi bisnis saat ini. Dengan adanya fintech dan aplikasi PPoB, e-contract menjadi bagian yang tak terpisahkan. Selain itu, e-mail menjadi kunci utama dalam e-contract, namun juga rentan terhadap serangan kejahatan digital. Oleh karena itu, perlindungan terhadap e-mail dan perangkat elektronik semakin diperketat.
Perusahaan telekomunikasi pun telah mengambil langkah dengan menerapkan kebijakan satu handphone untuk satu akun, serta pemerintah mewajibkan pendaftaran setiap kartu SIM yang digunakan. Semua langkah ini merupakan upaya perlindungan pengguna dalam menghadapi transformasi teknologi dari yang konvensional ke ramah digital.
Meskipun masih ada keraguan terkait kekuatan hukum e-contract dalam hukum positif negara, namun secara umum e-contract diakui dan sah secara hukum. Tantangan utama dalam e-contract adalah terkait mekanisme pembuktian yang masih mengacu pada buku IV Burgerlijk Wetbook, yang menuntut bukti tertulis dalam bentuk tulisan otentik.
Aspek peraturan dan perundang-undangan sangat penting dalam menyelesaikan sengketa melalui jalur hukum, sehingga pilihan yurisdiksi hukum perlu dipertimbangkan dengan matang oleh para pelaku e-contract. Meskipun masih ada kelemahan dari sisi hukum, namun dari perspektif fiqih, tidak ditemukan alasan untuk mengharamkan praktik e-contract.
Dalam menghadapi transformasi teknologi, kajian fiqih perlu terus mengakomodir perkembangan tersebut dengan tetap mengacu pada prinsip dasar serta asas hukum yang berlaku. Hal ini penting agar masyarakat pengguna teknologi tidak perlu khawatir terkait keabsahan transaksi e-contract dari sisi fiqihnya karena sudah sesuai dengan kemajuan teknologi.