Apa yang harus diketahui tentang Multi-level Marketing (MLM) yang tidak dilarang dalam syariat? Dalam memahami alur pemasaran MLM, hampir tidak ada perbedaan antara MLM dengan money game atau skema Ponzi. Keduanya menyerupai piramida di mana bagian atas adalah upline dan bagian bawah adalah downline. Namun, illat keharaman dalam praktik muamalah tidak terletak pada struktur piramida tersebut.
Pentingnya melihat akad prestasi dalam kerja atau capaian target kerja dalam suatu MLM. MLM yang dilarang dalam syariat adalah yang mengandung passive income berupa bonus tanpa prestasi kerja yang jelas. Sebagai contoh, PT Luxindo Raya memiliki skema pemasaran langsung berjenjang yang tidak dapat disebut sebagai money game karena adanya target operasional dan capaian yang harus dipenuhi.
Perlu dipahami bahwa salah satu ciri money game adalah adanya ‘iwadl (biaya pendaftaran) yang dipertaruhkan tanpa adanya produk yang dijual. Sebuah MLM seperti Paytren, meskipun memiliki sistem upline-downline, perlu diteliti apakah sistemnya berbasis penjualan produk atau berbasis mencari anggota saja.
Dalam konteks MLM, penting untuk membedakan antara passive income (yang haram) dengan bonus penjualan (yang halal). MLM yang diperbolehkan adalah yang tidak melibatkan unsur passive income dan permainan uang. Kesimpulannya, tidak semua MLM adalah money game, namun perlu teliti dan cermat dalam memahami sistemnya.
Dengan kajian yang mendalam, dapat disimpulkan bahwa MLM yang diperbolehkan dalam syariat Islam adalah yang berbasis pada akad prestasi dan penjualan produk, bukan sekadar mencari anggota untuk mendapatkan passive income. Semoga pembaca dapat memahami perbedaan ini dengan lebih jelas.