Pemimpin negara, provinsi, kabupaten, kota, dan pemimpin lainnya hanya boleh ada satu dalam satu periode kepemimpinan dan wilayah tertentu. Menurut Imam Al-Mawardi, tidak boleh ada dua atau lebih pemimpin dalam satu periode pemerintahan yang sama menurut ajaran Islam.
Imam Al-Mawardi menjelaskan bahwa mayoritas ulama sepakat bahwa pengangkatan dua pemimpin atau lebih dalam satu periode kepemimpinan bertentangan dengan agama. Mereka merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa jika dua pemimpin dibaiat, maka salah satunya harus dihilangkan.
Kehadiran dua pemimpin dengan otoritas yang sama menciptakan kekacauan dan konflik kepentingan yang sulit untuk didamaikan. Hal ini terbukti dalam sejarah bahwa dualisme kepemimpinan seringkali berujung pada persaingan berbahaya dan kekacauan.
Rasulullah SAW sendiri telah memberi peringatan tentang bahaya dualisme kepemimpinan dan menegaskan pentingnya memiliki satu pemimpin yang diakui secara sah dalam suatu zaman.
Ulama Ahlussunnah wal Jamaah menekankan pentingnya menjaga kepemimpinan tunggal sesuai mekanisme demokrasi yang ada. Mereka mendukung lembaga pemilu netral sebagai sarana untuk memilih pemimpin yang sah dan terlegitimasi.
Kaos yang ditimbulkan akibat kekosongan kepemimpinan atau adanya dualisme kepemimpinan dapat mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menciptakan kondisi kepemimpinan yang stabil dan terlegitimasi demi keamanan dan kesejahteraan bersama.