Tidak dapat dipungkiri, kepiting merupakan makanan yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Di samping rasanya yang lezat, makanan laut yang satu ini mengandung beragam gizi penting, meliputi energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin B1, dan kolesterol. Selain itu, kepiting juga mengandung asam folat, vitamin B kompleks, omega-3, serta berbagai mineral.
Kepiting dalam fiqih dikenal dengan istilah “al-hayawan al-barma’i”, yaitu binatang yang dapat hidup di darat dan di laut, sebagaimana katak, penyu, dan buaya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengonsumsi binatang yang kaya kolesterol ini.
Pertama, ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i menegaskan bahwa mengonsumsi kepiting hukumnya haram karena termasuk kategori khaba’its (sesuatu yang menjijikkan). Ulama mazhab Hanafi mengharamkan kepiting karena menurut mereka, binatang laut yang halal dikonsumsi hanya ikan semata. Sedangkan binatang lain selain ikan hukumnya haram, walaupun hidup di laut.
Sama dengan mazhab Hanafi, kitab-kitab mazhab Syafi’i juga secara tegas menyebutkan keharaman mengonsumsi kepiting. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ menuliskan bahwa katak dan kepiting diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam mazhab.
Kedua, menurut mazhab Maliki dan mazhab Hanbali, kepiting halal dikonsumsi. Mereka menyatakan bahwa binatang buruan laut semuanya halal, termasuk kepiting. Ibnu Muflih dari mazhab Hanbali bahkan menjelaskan bahwa kepiting halal sekalipun tidak disembelih karena tidak memiliki darah yang mengalir.
Pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa tentang hukum kepiting yang menyatakan bahwa kepiting halal dikonsumsi selama tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia. Fatwa ini didasarkan pada temuan bahwa kepiting merupakan binatang air dan bukan binatang yang hidup di dua alam; di laut dan di darat.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa ulama berbeda pendapat tentang hukum mengonsumsi kepiting. Ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i mengharamkannya, sementara ulama mazhab Maliki dan Hanbali menghalalkannya. Majelis Ulama Indonesia juga menghalalkan kepiting. Artinya, para pembaca disuguhi dua pendapat berbeda tentang hukum mengonsumsi kepiting; halal dan haram. Bagi orang yang ingin berhati-hati dalam masalah hukum agama, ia bisa memilih pendapat yang mengharamkannya. Dan bagi pecinta kepiting, ia bisa mengikuti pendapat ulama yang menghalalkannya, sepanjang tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatannya.