Kepompong, hewan yang berasal dari ulat dan dapat berubah menjadi kupu-kupu, seringkali dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat sebagai bahan makanan. Mulai dari oseng kepompong hingga kepompong goreng, berbagai masakan pun diciptakan dari hewan yang satu ini. Namun, apakah mengonsumsi kepompong diperbolehkan menurut syariah atau justru diharamkan?
Dalam konteks hukum Islam, kepompong dikenal dengan nama Asari’. Menurut pandangan ulama, hewan ini termasuk ke dalam kategori hewan kecil yang melata di bumi atau disebut hasyarat. Hasyarat sendiri dianggap sebagai hewan yang haram untuk dikonsumsi karena dianggap menjijikkan. Dalam kitab Hayat al-Hayawan al-Kubra dijelaskan dengan tegas bahwa kepompong termasuk dalam golongan hewan hasyarat yang haram untuk dikonsumsi.
Fenomena memanfaatkan kepompong sebagai makanan tidak dapat dibenarkan secara syara’. Begitu pula dengan perbuatan memperjual-belikan makanan berbahan kepompong, hal ini juga tidak diperbolehkan karena dianggap turut serta dalam perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun, jika penjualan kepompong tidak ditujukan untuk dikonsumsi oleh manusia, misalnya sebagai pakan burung, maka hal tersebut dapat dibenarkan.
Dalam fiqih Islam, penjualan kepompong untuk tujuan tertentu seperti pakan burung tidak termasuk dalam kategori jual-beli melainkan naqlul yad (perpindahan kepemilikan). Hal ini dikarenakan kepompong tidak layak untuk dijadikan komoditas jual-beli melainkan termasuk dalam kategori ikhtishas (kepemilikan) karena merupakan bagian dari hasyarat.
Dengan demikian, mengonsumsi kepompong dan memperjual-belikannya untuk tujuan konsumsi manusia tidak diperbolehkan menurut ajaran agama Islam. Penjualan kepompong untuk keperluan lain yang diperbolehkan oleh syariah dapat menjadi alternatif yang sesuai dengan nilai-nilai agama.
