Hasil identifikasi 15 jenis kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh Komite Nasional Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi sorotan utama dalam forum Musyawarah Nasional Alim Ulama NU 2019. Fokus pada pemaksaan perkawinan, yang sering kali dipicu oleh utang yang tidak bisa dilunasi oleh orang tua sehingga anak perempuan dipaksa menikah dengan pihak yang memberi utang tersebut. Konsep pemaksaan perkawinan ini diadopsi sebagai bentuk kekerasan seksual dalam perspektif agama.
Dalam konteks hukum positif Indonesia, berdasarkan Pancasila yang mengakui aturan agama, terdapat penyesuaian yang perlu diperhatikan. Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam telah menetapkan aturan pernikahan dalam banyak ayatnya. Terdapat lima tujuan utama pernikahan, antara lain berbicara tentang monogami, mewujudkan kasih sayang, saling melengkapi, bergaul secara baik, dan memilih jodoh.
Dalam proses pemilihan jodoh, hak ijbâr (memaksa) oleh wali menjadi perhatian utama. Namun, dalam konteks aplikasi hukum positif, penyalahgunaan hak ijbâr oleh wali dapat berakibat pada penderitaan bagi anak perempuan. Oleh karena itu, konsep ijbâr ini harus diatur dengan cermat sesuai dengan maslahah dan mafsadah untuk menghindari penyalahgunaan wewenang.
Beberapa catatan penting terkait konsep ijbâr oleh wali adalah ketiadaan perselisihan antara anak dan wali serta antara anak dan calon suami, kufu (kesetaraan) calon suami, penetapan mahar sesuai mahar mitsil, dan ketidakbolehan memaksa anak menikah dengan orang yang membahayakan. Konsep ini juga harus memperhatikan syarat-syarat tertentu agar tidak melampaui batas dan merugikan anak perempuan yang menjadi korban kawin paksa.
Dalam menanggapi isu ini, perlindungan terhadap hak anak perlu diperhatikan dengan seksama. Berbagai pendapat dari berbagai mazhab hukum Islam menjadi acuan dalam menyelesaikan masalah pemaksaan perkawinan. Dengan demikian, penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, khususnya pemaksaan perkawinan, harus dilakukan dengan memperhatikan nilai-nilai hukum dan agama serta prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.