- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pelecehan dan Kekerasan Seksual dalam Perspektif Syariah

Google Search Widget

Pelecehan dan kekerasan seksual merupakan masalah serius yang semakin meresahkan masyarakat dewasa ini. Berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan seksual mulai dari pandangan visual, sentuhan fisik, hingga ajakan perselingkuhan telah menjamur. Dalam konteks syariah, tindakan kekerasan seksual harus disertai dengan unsur pemaksaan. Pelaku kekerasan seksual akan masuk dalam kategori mukrih/mukrihah, sementara korban akan menjadi mustakrah atau mukrah.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah ibn Abbas, disebutkan bahwa setiap individu sudah ditakdirkan sebagian dari zina. Zina bisa terjadi melalui mata (melihat), mulut (berkata), hati (berharap), dan alat kelamin (melakukan hubungan intim). Dalam konteks modern, tayangan mesum juga dapat masuk dalam kategori zina mata, terutama jika dipaksakan kepada orang lain dengan maksud melecehkan atau mengajak berbuat dosa.

Imam Jalâl al-Dîn al-Suyûthy mengkategorikan tindakan pelecehan seksual sebagai zina majâzi, di mana pelakunya akan masuk dalam kategori pezina majâzi. Namun, apakah pelaku zina majâzi ini bisa dikenai pidana? Hal ini kembali kepada hukum syariah yang menetapkan ta’zir (sanksi) berdasarkan tingkat kesalahan. Sanksi dapat berupa permintaan taubat sebagai bentuk ta’zir ringan, namun dalam kasus yang lebih serius, isolasi atau pemenjaraan pun bisa menjadi pilihan.

Dalam menjalankan sanksi terhadap pelaku pelecehan seksual, penting bagi hakim untuk mempertimbangkan dengan cermat besar kecilnya kesalahan yang dilakukan. Pengucilan pelaku dari pergaulan sebagai bentuk ta’zir juga merupakan langkah maksimal yang dapat diambil. Dengan demikian, melalui pemahaman yang mendalam terkait syariah, diharapkan upaya pencegahan dan penanganan kasus pelecehan dan kekerasan seksual dapat dilakukan secara adil dan efektif.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 5

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?