Kekerasan, baik yang bersifat fisik maupun sosial, seringkali diterjemahkan sebagai violence dan social harassment dalam bahasa Inggris. Dalam konteks kekerasan berbasis seksual, istilah sexual abusement sering digunakan. Namun, penting untuk memahami bahwa kekerasan sering kali bermula dari tindakan pemaksaan (ikrah).
Dalam literatur Inggis, kekerasan yang melibatkan pemaksaan seperti wali mujbir atau suami yang memaksa istri untuk melakukan persetubuhan sering dibahas. Namun, dalam konteks syariat, perlu dipertimbangkan apakah tindakan ini dapat dikategorikan sebagai kekerasan. Konsep wali mujbir dan hak suami terhadap istri diakui dalam teks fiqih empat mazhab namun harus dilihat dari perspektif definisi kekerasan yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Menurut nash syariat, umat Islam dilarang melampaui batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa tindakan yang melampaui batas kewenangan syariat merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan. Setiap individu muslim memiliki hak dan tanggung jawab yang harus dipertanggungjawabkan.
Dalam rumah tangga, tindakan pendidikan terhadap anak atau istri termasuk dalam amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Pemukulan terukur dalam rangka mendidik tidak dianggap sebagai kekerasan selama dilakukan sesuai dengan ketentuan syariat.
Dari beberapa nash yang ada, dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam Islam adalah tindakan yang bersifat melukai baik secara fisik, psikis, maupun mental, dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki hak dan kewajiban terhadap korban sehingga melanggar batas ketentuan syariat.
Dengan memahami definisi kekerasan dalam perspektif syariah, diharapkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan ajaran agama serta prinsip kemanusiaan.