Pemasaran produk dalam pasar bebas menciptakan persaingan yang ketat. Adanya produk serupa atau bahkan sama di pasaran mendorong penggunaan strategi pemasaran yang efektif. Manajemen pemasaran, yang terdiri dari kebijakan organisasi, manajemen pengetahuan, berfikir skenario, dan strategi eksekusi di lapangan, menjadi kunci dalam mengelola strategi pemasaran dengan baik.
Sebagai contoh, kebijakan impor terigu dari Amerika Serikat yang diterapkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1968 sebagai upaya pengendalian harga pangan di pasaran. Meskipun awalnya impor terigu hanya dilakukan sebagai antisipasi kebutuhan sandang dan pangan jelang lebaran, namun kebijakan tersebut justru membuka pintu lebar bagi impor gandum ke Indonesia secara besar-besaran pasca tahun 1970.
Impor gandum ini kemudian mempengaruhi perubahan dalam konsumsi masyarakat Indonesia. Dengan popularitas dan harga yang lebih murah dibandingkan bahan dasar lokal seperti tapioka, gandum dengan cepat diterima oleh pasar Indonesia. Hal ini kemudian mendorong pengembangan inovasi produk berbahan baku gandum, salah satunya adalah mie instan.
Konsumsi mie instan di Indonesia meningkat pesat setiap tahunnya. Meskipun mie instan bukan produk asli Indonesia, namun tingginya permintaan pasar terhadap produk ini mendorong impor gandum yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun Indonesia telah berupaya melakukan penelitian dan inovasi untuk mengurangi ketergantungan pada impor gandum, namun produksi lokal belum mampu memenuhi kebutuhan pasar yang terus berkembang.
Dengan adanya penelitian tentang alternatif pengganti gandum seperti cassava, diharapkan Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor gandum dan meningkatkan pemanfaatan tanaman lokal yang lebih sesuai dengan kondisi tanah dan iklim Indonesia. Kesadaran akan pentingnya manajemen pemasaran yang efektif dan keberlanjutan dalam pengembangan produk lokal menjadi kunci dalam menghadapi persaingan pasar global yang semakin kompetitif.