Beberapa hari belakangan ini, masyarakat Muslim Indonesia tengah dihebohkan oleh ceramah seorang individu yang dianggap sebagai seorang ustadz, namun isi ceramahnya penuh dengan caci maki, penistaan terhadap orang yang berbeda pendapat dengan menyebut mereka “sesat,” serta pengutipan ayat-ayat secara sembarangan dan keliru. Bagaimana pandangan ulama-ulama terdahulu mengenai hal ini?
Ulama fiqih terkenal dari mazhab Syafi’i, Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974), dalam kitabnya Al-Fatawa al-Haditsiyyah, memberikan pandangan menarik terkait hal ini. Ibnu Hajar menjelaskan bahwa seseorang yang memberikan ceramah kepada masyarakat Muslim dengan mengutip ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits, namun tidak menguasai ilmu-ilmu seperti sharaf, nahwu, ma’ani, dan bayan, seharusnya tidak diperbolehkan untuk memberikan ceramah tersebut. Namun, jika dalam ceramahnya ia hanya mengutip perkataan ulama yang kompeten secara tepat dan adil, maka boleh bagi orang tersebut untuk memberikan ceramah.
Namun, jika dalam ceramahnya ia mulai melakukan analisis atau pemikiran sendiri tanpa dasar ilmiah yang jelas, maka ulama, pemerintah, dan masyarakat seharusnya bersama-sama menghentikannya. Jika dalam upaya menghentikannya tidak berhasil, maka tindakan perlu diambil untuk melaporkannya kepada pihak berwajib agar tindakan hukuman dapat diberikan guna mencegah penyebaran kesesatan.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa ceramah tanpa ilmu yang tepat dapat membawa dampak buruk bagi masyarakat dan agama. Oleh karena itu, penekanan pada pentingnya pengetahuan yang benar dan kewaspadaan terhadap ceramah-ceramah yang tidak berdasarkan ilmu sangatlah krusial untuk mencegah mafsadah (kerusakan) yang lebih besar.