Pada era politik seperti sekarang, perbincangan seputar pemilu menjadi topik hangat di masyarakat. Setiap orang memiliki calon pemimpin yang didukung, dan dukungan tersebut sering kali terlihat melalui berbagai atribut kampanye seperti jaket, kaos, bendera partai, dan lain sebagainya. Namun, permasalahan timbul ketika atribut kampanye tersebut masih dikenakan saat seseorang menunaikan shalat di masjid.

Dalam pandangan fiqih, tidak ada aturan yang baku mengenai pakaian yang harus dikenakan saat shalat. Asalkan pakaian tersebut suci dan dapat menutupi aurat, maka pakaian tersebut boleh digunakan untuk shalat, termasuk kaos partai. Aurat laki-laki dalam shalat adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut, sedangkan aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak tangan.

Meskipun secara hukum boleh memakai kaos partai saat shalat, terdapat beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan. Pertama, ada anjuran untuk menggunakan pakaian yang sopan dan layak saat shalat, dimana memakai kaos partai bisa dianggap kurang etis dalam budaya lokal. Kedua, ada anjuran untuk menghindari pakaian yang bergambar, sementara kaos partai umumnya mengandung gambar.

Dalam literatur mazhab Syafi’i, memakai pakaian yang mengandung gambar termasuk dalam kategori makruh. Oleh karena itu, sebaiknya menghindari memakai kaos partai saat shalat. Selain itu, terdapat juga perdebatan mengenai kehalalan menerima kaos partai sebagai suvenir dari tim sukses, apakah hal tersebut termasuk risywah yang diharamkan atau tidak.

Secara umum, disarankan untuk menghindari memakai kaos partai saat shalat, terutama jika dilakukan di masjid. Kita diajarkan untuk menghadap Allah dengan pakaian yang sopan, bersih, dan bebas dari hal-hal yang dapat menimbulkan keraguan. Sebagaimana kita bersiap dengan baik saat bertemu dengan pemimpin manusia, lebih penting lagi untuk bersiap dengan baik saat menghadap Sang Pencipta.