- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Menyikapi Perbedaan Pendapat Ulama tentang ‘Mendekati’ Istri Sebelum Mandi Besar

Google Search Widget

Bagi sebagian orang, berhubungan seksual dianggap sebagai sebuah kegiatan yang sangat menyenangkan. Namun, kegiatan ini dapat terhenti ketika istri sedang mengalami menstruasi. Saat itu terjadi, suami dan istri harus bersabar untuk menahan diri dari berhubungan intim hingga istri kembali suci, sesuai dengan ajaran agama.

Dalam sebuah ayat Al-Qur’an, Allah menyatakan bahwa suami tidak boleh mendekati istrinya sebelum ia suci. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama mengenai definisi ‘suci’ dalam ayat tersebut.

Pendapat pertama, yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah, menyatakan bahwa ‘suci’ berarti berhentinya darah menstruasi. Artinya, jika darah menstruasi telah berhenti, maka hubungan seksual dapat dilakukan meskipun istri belum mandi besar.

Sementara itu, mayoritas ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal, berpandangan bahwa ‘suci’ berarti sudah bersuci dengan air atau mandi besar. Dalam pandangan mereka, agar hubungan seksual diizinkan, istri harus telah berhenti haid dan telah mandi besar.

Ada juga pendapat lain dari Imam Thawus dan Imam Mujahid yang menyatakan bahwa istri boleh disetubuhi setelah membersihkan diri dan berwudhu.

Dari ketiga pendapat tersebut, pendapat kedua yang menekankan pentingnya mandi besar sebagai syarat untuk melakukan hubungan seksual tampaknya lebih kuat. Hal ini diperkuat dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menyukai orang-orang yang bersih dan suci.

Kesimpulannya, meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara ulama, penting bagi pasangan suami-istri untuk memahami dan menghormati pandangan agama dalam hal ini. Semoga informasi ini bermanfaat untuk memperdalam pemahaman kita tentang ajaran agama terkait dengan hubungan suami-istri.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?