Beberapa individu kadang mengambil jalan pintas dengan berpura-pura miskin, faqir, atau menyandang disabilitas untuk mendapatkan simpati dan belas kasih dari masyarakat. Meskipun cara ini mungkin terlihat efektif untuk mengumpulkan sumbangan, namun memiliki dampak negatif yang signifikan.
Praktik ini tidak hanya merugikan bagi masyarakat yang merasa tertipu, tetapi juga memberikan stigma negatif terhadap kelompok penyandang disabilitas. Masyarakat bisa saja menilai bahwa kelompok ini tidak produktif dan kreatif, padahal sebenarnya mereka memiliki potensi yang luar biasa dan bisa mandiri secara ekonomi.
Berdasarkan buku Fiqih Penguatan Penyandang Disabilitas yang diterbitkan oleh LBM PBNU pada tahun 2018, tindakan seperti ini jelas diharamkan. Pelakunya seharusnya mengembalikan segala pemberian yang diterimanya karena hal tersebut tidak sah secara agama.
Sebagaimana disebutkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj, praktik penyalahgunaan ini dianggap sebagai bentuk penipuan. Meskipun si penerima mungkin saja “terpaksa” ikhlas memberikan bantuan karena tidak dapat memverifikasi keaslian kondisi penerima, namun tetap saja tindakan tersebut tetap dianggap melanggar aturan.
Sikap pura-pura seperti ini jelas bertentangan dengan ajaran agama dan sebaiknya dihindari. Kita harus senantiasa berbuat jujur dan menjaga integritas dalam segala aspek kehidupan. Semoga kita senantiasa diberikan petunjuk yang benar dalam menjalani kehidupan ini.