Cumi-cumi, sebagai salah satu hewan laut yang dihalalkan untuk dikonsumsi menimbulkan pertanyaan seputar cairan hitam yang sering ditemukan di dalam daging cumi-cumi. Cairan hitam ini menjadi perdebatan di kalangan ulama mengenai statusnya, apakah najis sehingga tidak boleh dikonsumsi atau suci sehingga aman untuk dikonsumsi.
Para ulama yang berpendapat bahwa cairan hitam pada cumi-cumi adalah suci, menganggap bahwa cairan hitam tersebut merupakan cairan khusus yang dimiliki cumi-cumi untuk bersembunyi dari hewan laut yang akan memangsanya. Mereka mengatakan bahwa cairan hitam ini tidak sama dengan kotoran yang umumnya dihukumi najis pada ikan.
Di sisi lain, ulama yang berpendapat bahwa cairan hitam tersebut adalah najis, mengacu pada prinsip umum bahwa segala sesuatu yang tergolong bagian dalam hewan dan bukan merupakan bagian dari hewan tersebut dihukumi najis. Mereka menilai bahwa cairan hitam pada cumi-cumi termasuk cairan yang keluar dari bagian dalam dan bukan dari bagian luar.
Bagi mereka yang menganggap cairan hitam pada cumi-cumi najis, disarankan untuk membersihkan cumi-cumi dari cairan hitam sebelum mengonsumsinya agar daging menjadi bersih. Selain itu, perlu juga membersihkan tangan atau bagian tubuh lain yang terkena cairan hitam. Sementara bagi yang menganggap cairan hitam suci, mereka boleh menikmati cumi-cumi lengkap dengan cairan hitamnya.
Dalam hal ini, para ulama memiliki perbedaan pendapat antara yang menganggap cairan hitam suci dan najis. Kedua pandangan tersebut dapat digunakan oleh masyarakat secara umum tanpa harus merasa terbelenggu oleh satu pandangan tertentu.