Banyak pertanyaan muncul mengenai bagaimana nasib para keturunan Rasulullah ﷺ yang ada saat ini. Apakah mereka terbebas dari dosa sehingga bisa melakukan apapun yang mereka inginkan? Atau apakah mereka memiliki tanggung jawab yang sama dengan umat Islam lainnya dalam menjaga ilmu dan perilaku mereka untuk patuh dan mengikuti jejak sang kakek, Rasulullah Muhammad ﷺ?
Para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa keturunan Sayyidah Fathimah dari jalur Hasan maupun Husain adalah keturunan Rasulullah ﷺ secara nasab. Selain itu, ada juga orang lain yang bisa dihubungkan dengan Baginda Nabi bukan melalui jalur nasab, melainkan karena jalur sebab. Mereka adalah para ulama yang tidak hanya berilmu tetapi juga mengamalkan ilmunya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Katsir bin Qais, Rasulullah ﷺ menyatakan, “Sesungguhnya ulama adalah pewaris Nabi.”
Nabi tidak meninggalkan harta benda, namun yang ditinggalkan adalah ilmu. Oleh karena itu, pewaris sejati ilmu Rasulullah adalah orang-orang yang berilmu, baik mereka keturunan beliau secara nasab maupun tidak. Jika ada keturunan Nabi secara nasab namun tidak mengikuti ajaran-ajaran beliau, bagaimana hal tersebut dihadapi?
Syekh Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitabnya Tâjul Arûs mengutip sebuah ungkapan Nabi Ibrahim yang mengadu kepada Allah, “Barangsiapa yang mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku.” Dengan kata lain, siapapun yang mengikuti jejak Nabi Ibrahim, baik keluarga maupun bukan, akan menjadi bagian dari golongan Nabi Ibrahim. Sebaliknya, meskipun seseorang adalah keluarga Nabi Ibrahim, jika tidak mengikuti jejak beliau, maka akhirnya mereka akan celaka.
Kisah Nabi Nuh juga memberikan pelajaran penting. Anak Nabi Nuh sendiri, Kan’an, tidak mau mengikuti ajakan ayahnya saat bencana banjir bandang melanda. Meskipun ia anak kandung Nabi Nuh, karena tidak patuh kepada ajaran ayahnya, ia terancam tenggelam. Allah pun berfirman bahwa Kan’an bukanlah termasuk keluarga Nabi Nuh karena perbuatannya tidak baik.
Mengikuti ajaran para utusan Allah menjadi kunci penentu. Ada keluarga Nabi yang mungkin tidak diakui sebagai bagian dari keluarga beliau karena tidak mengikuti jejak ajaran-Nya. Di sisi lain, bukan keluarga Nabi pun bisa dianggap sebagai keluarga beliau jika patuh kepada ajaran-Nya. Semua bergantung pada tingkat kepatuhan.
Dalam kisah perang parit (khandaq), pembuatan parit sebagai strategi perang berawal dari ide sahabat Salman Al-Farisi. Meskipun Salman bukan darah daging Rasulullah dan bukan keturunan suku Quraisy, beliau diakui sebagai bagian dari ahlul bait Nabi karena imannya yang kuat dan ketaatannya dalam menjalankan ajaran Rasulullah.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nasab Nabi merupakan sesuatu yang mulia jika dibarengi dengan pengikutan ajaran-Nya. Setiap orang memiliki kesempatan sama untuk dianggap sebagai bagian dari keluarga Nabi dengan cara mengikuti jejak perilaku beliau. Keturunan Nabi secara garis nasab bisa tidak diakui jika tidak mengikuti jejak perilaku beliau. Namun, keturunan yang sekaligus menjadi pengikut ajaran Rasulullah tentu memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan terhormat.
Semoga kita senantiasa diberi pertolongan oleh Allah agar selalu mengikuti jejak sikap Rasulullah dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah.