Seiring dengan mendekati perayaan Natal, seringkali muncul perdebatan mengenai hukum bagi seorang Muslim dalam mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani. Perbedaan sudut pandang ini telah menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat, bahkan hingga vonis kafir.
Pertama, dalam konteks keagamaan, tidak terdapat ayat Al-Qur’an maupun hadits Nabi yang secara eksplisit mengatur tentang kebolehan atau larangan mengucapkan selamat Natal. Hal ini menandakan bahwa isu ini termasuk dalam kategori permasalahan ijtihadi, di mana para ulama memiliki pandangan yang beragam.
Kedua, para ulama yang mengharamkan atau membolehkan ucapan selamat Natal didasarkan pada interpretasi ayat-ayat suci dan hadits yang mereka yakini relevan dengan masalah ini. Oleh karena itu, terjadi perbedaan pendapat di antara mereka.
Kelompok pertama, antara lain Syekh Bin Baz dan Syekh Ibnu Utsaimin, mengharamkan seorang Muslim untuk mengucapkan selamat Natal. Mereka merujuk pada ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang kesaksian palsu dan hadits yang menyatakan bahwa menyerupai suatu kaum berarti menjadi bagian dari mereka.
Sementara kelompok kedua, seperti Syekh Yusuf Qaradhawi dan Syekh Ali Jum’ah, memperbolehkan ucapan selamat Natal. Mereka menekankan pada ajaran untuk berbuat baik kepada semua orang tanpa memandang agama, sejauh tidak ada peperangan atau pengusiran yang terjadi.
Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai ucapan selamat Natal. Umat Islam diberikan kebebasan untuk memilih pandangan yang sesuai dengan keyakinan masing-masing. Pentingnya menjaga toleransi dan menghormati perbedaan keyakinan agar tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat.