Mendekati momen perayaan Natal dan tahun baru, diskon besar-besaran seringkali ditawarkan oleh para pengelola toko atau mal, mulai dari 5% hingga 90%. Di kota-kota besar, diskon ini menarik minat para konsumen. Namun, muncul perdebatan mengenai hukum membeli barang diskonan pada momen perayaan Natal.
Beberapa kalangan berpendapat bahwa membeli barang diskonan pada saat perayaan Natal haram, karena dianggap menyemarakkan hari raya non-Muslim. Alasan lainnya adalah agar tidak menyerupai perbuatan kaum non-Muslim. Namun, ada juga pendapat yang membolehkan hal ini, dengan alasan terkait kebolehan bertransaksi termasuk kepada pihak non-Muslim.
Dua pandangan tersebut memiliki pembenaran masing-masing secara fiqhiyyah. Referensi dalam kitab al-Mi’yar al-Mu’arrab dan pendapat Muhammad Syams al-Haq al-‘Azhim al-Hanafi menegaskan keharaman menerima hadiah dari non-Muslim atau membeli barang saat perayaan hari raya non-Muslim. Mereka berpendapat bahwa hal ini menyerupai aktivitas non-Muslim.
Di sisi lain, mazhab Hanbali memperbolehkan membeli barang di pasar saat momen perayaan hari raya non-Muslim. Mereka berpendapat bahwa bertransaksi saat hari raya agama lain bukanlah menyemarakkan hari raya tersebut. Namun, yang diharamkan adalah turut serta hadir di gereja saat perayaan Natal.
Dalam konteks ini, penting untuk memperhatikan tujuan dari pembelian barang diskonan saat momen perayaan Natal. Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan harga murah tanpa menyemarakkan hari raya non-Muslim, maka beberapa ulama memperbolehkannya. Namun, jika tujuannya adalah untuk mengagungkan hari raya tersebut, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai haram.
Keputusan untuk membeli barang diskonan saat momen perayaan Natal sebaiknya didasarkan pada pemahaman yang mendalam terkait pandangan agama masing-masing individu. Yang terpenting adalah menjaga keyakinan dan menghormati perbedaan pandangan yang ada.