Masjid merupakan tempat ibadah yang sangat dihormati dalam agama. Syari’at menyarankan agar aktivitas di dalam masjid berupa dzikir, shalawat, bacaan al-Qur’an, dan lainnya. Meskipun demikian, agama tidak melarang aktivitas yang diperbolehkan (mubah) di dalam masjid seperti tidur, selama tidak mengganggu orang yang sedang shalat. Di Indonesia, masjid tidak hanya digunakan untuk ibadah, tetapi juga sebagai tempat berbagai kegiatan seperti pengajian, pernikahan, bahtsul masail, dan lainnya. Selama acara berlangsung, terkadang kita melihat beberapa orang merokok di dalam masjid. Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah hukum merokok di dalam masjid?
Pendapat ulama mengenai hukum merokok telah dibahas sejak lama. Kesimpulannya, terdapat perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang menganggap merokok sebagai haram, makruh, dan mubah. Menurut Syekh Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, hukum merokok dapat bersifat fleksibel. Merokok dianggap haram apabila dapat membahayakan tubuh atau pikiran seseorang. Namun, dapat menjadi sunah bagi orang yang membutuhkannya untuk pengobatan atas rekomendasi dokter yang terpercaya atau berdasarkan pengalaman pribadi. Jika tidak terdapat faktor-faktor eksternal tersebut, hukumnya adalah makruh.
Apabila kita mengacu pada pendapat yang mengharamkan merokok, maka hukumnya jelas bahwa merokok di dalam atau di luar masjid sama-sama diharamkan. Namun, apakah jika kita mengikuti pendapat yang membolehkan merokok, apakah hukumnya juga boleh dilakukan di dalam masjid?
Ulama memiliki perbedaan pendapat (ikhtilaf) dalam hal ini. Menurut Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdal (mufti Yaman), hukumnya adalah makruh. Bagi beliau, merokok di masjid setara dengan masalah mengeluarkan kentut di dalam masjid, bahkan disamakan dengan tingkat lebih tinggi (qiyas aulawi). Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdal mendukung argumennya dengan mengutip pendapat Syekh al-Bujarimi dalam kitab Hasyiyah al-Iqna’. Dinyatakan dalam kitab tersebut bahwa makruh memasuki masjid bagi orang yang memiliki bau tak sedap di mulutnya, seperti aroma bawang, jengkol, dan sejenisnya. Rokok termasuk dalam kategori bau yang tidak sedap ini.
Di sisi lain, menurut Syekh Muhammad bin Abdurrahman al-Ahdal (murid dari Syekh Muhammad bin Ahmad bin Abdul Bari al-Ahdal) dan Syekh Ismail al-Zain, hukum merokok di masjid adalah haram. Bagi keduanya, merokok di masjid dianggap sebagai perilaku yang menghina tempat ibadah.
Meski ada pendapat yang membolehkan, hal yang perlu ditekankan adalah tentang kebersihan masjid. Putung dan abu rokok sebaiknya ditempatkan pada tempat yang sesuai (seperti asbak), agar tidak mengotori lantai masjid. Mengotori masjid dianggap sebagai perbuatan haram.
Secara keseluruhan, masalah merokok di dalam masjid merupakan perbedaan pendapat yang tidak perlu dipermasalahkan. Kedua pendapat tersebut dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan hasil ijtihad masing-masing ulama. Perbedaan ini seharusnya tidak digunakan untuk saling menyalahkan atau mencap sesat satu sama lain, melainkan sebagai bentuk rahmat dan saling menghormati di antara sesama. Meskipun yang disarankan adalah untuk tidak merokok di dalam masjid karena keluar dari kesepakatan ulama, namun secara hukum sunnah seperti yang ditegaskan dalam kaidah fiqih. Wallahu a’lam.