Suatu saat, pada masa kekhalifahan Umar bin Khatthab, terjadi peperangan di kawasan Syam Raya yang melibatkan kawasan Syiria, Irak, Persia (Iran), dan Mesir. Dalam peperangan ini, kaum muslimin meraih kemenangan besar. Namun, yang menarik adalah kebijakan Khalifah Umar dalam pembagian tanah hasil rampasan perang. Beliau tidak langsung membagi tanah tersebut kepada tentara perang, melainkan membagikannya kembali kepada penduduk setempat. Selain itu, Umar menerapkan kebijakan pajak dan cukai atas tanah tersebut.
Kebijakan ini menimbulkan konflik di dalam kekhalifahan. Ada yang pro dan kontra terhadap keputusan Umar ini. Ada yang mengikuti semangat syariat, seperti sahabat Abdurrahman bin Auf dan Bilal bin Rabah, namun ada pula yang menentang. Meskipun demikian, sahabat Utsman dan Ali mendukung kebijakan Umar.
Dasar kebijakan Umar dalam menerapkan maslahah mursalah adalah pertimbangan kemaslahatan umum yang lebih besar yang harus dijaga. Beberapa pertimbangan meliputi untuk menghindari timbulnya tuan tanah baru di kalangan Muslim, menghindari konflik dan perlawanan dari pribumi yang berhasil dikuasai, serta menghindari efek politis dari kalangan berseberangan.
Pertikaian antara kedua kubu dalam kekhalifahan ini terjadi cukup lama, namun akhirnya kubu yang mendukung kebijakan Umar yang dominan. Argumen dari kedua belah pihak didasarkan pada Al-Qur’an dan al-Sunnah.
Umar bin Khatthab dikenal sebagai tokoh yang bijaksana, jenius, namun kontroversial. Beberapa kelompok bahkan masih kontroversi terhadap keabsahan kekhalifahan Umar. Namun, keputusan Umar dalam menerapkan maslahah mursalah dilakukan dengan pandangan universalitas syariat agar hikmah agama Islam dapat dirasakan oleh seluruh manusia.
Sejarah penerapan maslahah mursalah dalam syariat Islam menunjukkan betapa pentingnya pertimbangan kemaslahatan umum dalam pengambilan keputusan. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, namun semangat untuk menjaga kepentingan umum tetap menjadi landasan utama dalam penerapan syariat.