Dalam merumuskan konsepsi maqashid al-syari’ah, fokus utamanya adalah untuk mencapai maslahah dan menghindari mafsadah. Menurut Imam al-Ghazali, maslahah didefinisikan sebagai sabili al-ibtida’, yaitu upaya untuk mencapai kesejahteraan. Upaya menuju kesejahteraan haruslah selalu diiringi dengan usaha untuk menghindari timbulnya kerusakan. Jika kesejahteraan dicapai dengan cara yang menimbulkan kerusakan, maka hal tersebut tidak dapat disebut sebagai keberhasilan dalam mencapainya.
Dalam konteks fiqih kedokteran, maslahah diartikan sebagai apa pun yang dapat membawa keadaan yang baik. Secara terminologi, Al Ghazali mendefinisikan maslahah sebagai menarik manfaat dan menolak kemudlaratan atau kerusakan. Oleh karena itu, esensi dari maslahah sejatinya adalah untuk mendatangkan manfaat dan menghindari segala bentuk kerusakan.
Ada tiga pendekatan dalam menggali hukum problematika kekinian terkait dengan maqashid al-syari’ah. Pertama, ulama yang berpedoman pada nash secara harfiah tanpa mempertimbangkan maslahah lainnya. Kedua, ulama yang mencoba menggali maqashid al-syari’ah berdasarkan nash, kemudian menetapkan hukum berdasarkan ‘illat hukumnya. Terakhir, ulama yang berusaha menggali hukum tanpa berdasarkan dalil syara’ guna menjaga kebenaran maqâshid al-syarî’ah yang diakui oleh syara’.
Pentingnya memperhatikan maqâshid dalam hukum tercermin dalam penjagaan terhadap nyawa, akal, kehormatan, agama, dan nasab. Setiap ulama memiliki pandangan stratifikasi yang berbeda terkait dengan kewajiban penjagaan tersebut, yang akan berdampak besar pada hukum yang dihasilkan. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam terhadap fiqih maqâshid sangat penting agar tidak terjerumus dalam kesalahan pemahaman hukum.
Hukum harus memberikan perhatian yang besar terhadap usaha untuk mencapai kemaslahatan dan menghindari kerusakan. Sistematisasi pemahaman ini akan membantu dalam merumuskan keputusan hukum yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.